Cari Solusi Pendidikan Masa Pandemi Covid-19

Foto Dokumentasi

Oleh : Karyadi el-Mahfudz, S.Th.I, MA

Wajah pendidikan Indonesia terpaksa harus keluar dari zona nyaman yang mungkin bertahun-tahun dalam kondisi ajeg, tertata dengan baik dan hanya melakukan inovasi-inovasi dalam pelayanan, terutama ‘perbaikan mutu’ melakukan ‘seleksi ulang,’ siapa-siapa saja yang memang layak untuk berprofesi sebagai pendidik selalu disebutkan karena tidak semua orang memiliki minat dan bakat sebagai pendidik, atau bahkan tak terbesit dalam benaknya menjadi seorang pendidik namun kenyataan dilapangan hanya job pendidik yang ada walau dengan gaji jauh dari kata cukup terutama bagi tenaga honorer.

Bacaan Lainnya

Terlebih di musim pandemi covid-19 semua harus ekstra menyesuaikan diri dengan zona teritorial, mana yang boleh melakukan tatap muka, mana yang belum boleh. Pilihannya adalah belajar dalam jaringan ( daring ) atau luar jaringan ( luring ), ini pun bukan tanpa masalah, selain ketersediaan internet harus kuat, disertai kemampuan untuk mendapatkan akses internet, sementara baik peserta didik maupun pendidik itu sendiri sekedar beli kuota saja sulit.

Disini peran lembaga atau yayasan harus memahami pepatah ‘ada gula ada semut’ bahkan harus menjadi sepirit bagi para pemangku kebijakan, dalam ranah apapun karena ini menjadi dasar hajat hidup bahkan barometer kelangsungan hidup dimana profesi guru yang begitu mulia namun bisa terjerembab dalam jurang kemiskinan berkepanjangan serta menghabiskan waktu dan usianya didunia pendidikan sampai pada belasan atau puluhan tahun, hanya untuk sebuah pengabdian, tanpa tau harus mengadu kepada siapa ? dan siapa peduli dengan kesejahteraannya ?

Ya, kesejahteraan kata yang indah dan mudah untuk diucapkan namun penerapannya butuh keseriusan dan kearifan lintas sektoral, bagaimana urusan pangan, sandang dan papan terpenuhi, bahkan harus mampu mencari solusi dan titik temu, tidak harus dalam sekala besar, mulai dari diri sendiri, mulai dari komunitas internal lembaga atau yayasan, ajak berembug dan komunikasi mencari sebuah solusi, baik pendidikan negeri maupun swasta, bukan semata-mata  sekedar menggugurkan tugas atau sekedar prasyarat kenaikan pangkat ‘an sich.’

Satukan energi steakholder kelembagaan dalam upaya membangun sinergisitas yang bersifat internal, yang terkadang laksana benang kusut dan banyak kepentingan terselubung, jika berhasil menyejahterakan warga lembaganya maka keluar membantu lembaga lain yang berdekatan  menebar kebaikan bisa lintas MGMP ( musyawarah guru mata pelajaran ) atau MGBK ( musyawarah guru bimbingan konseling ).

Jika kita menilik kembali peran guru BK dalam bimbingan konseling, adalah bagian dari peran guru kelas/mata pelajaran, dimana tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya.

Selama musim pandemi covid-19 bikin suasana belajar yang menyenangkan bukan membuat pusing orang tua dan peserta didik, berikan tugas yang ringan dan menggunakan akses media atau jaringan yang bisa dan mudah diakses oleh orang tua dan peserta didik, jika siswa tidak memiliki akses maka kita harus punya cara terbaik penyampaian informasi via teman sekelasnya. Bisa juga menggunakan Guru Bimbingan Konseling  ( BK ), dimana BK tidak melulu memberikan materi-materi ataupun tugas-tugas yang sifatnya malah memberatkan siswa.

BK harus menyajikan layanan dalam pembelajaran daring melalui format yang bermakna dan ringan bagi siswa. Menyediakan atau bahkan membagikan ‘ruang BK’ secara online dengan media sosial yang dikuasainya, serta peranserta aktif dalam mengatasi hambatan belajar siswa, mengarahkan siswa berkarakter dan bagaimana membantu siswa dalam pengembangan ‘life skill’ atau keterampilan hidup sehari-hari. Membangun komukasi yang baik dengan orang tua atau wali siswa.

Apakah ini sesuai dengan ekspektasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait program “Merdeka Belajar” yang pada kenyataannya mungkin sebagian besar merasakan hikmah ‘merdeka belajar’ bahkan bekerja pun harus dari rumah.

Terkait ataupun tidak yang jelas dunia sedang dihinggapi Covid-19, yang menarik perubahan pada tatanan dunia pendidikan di Indonesia, berfikir dan lakukan inovasi brilian kita dalam melakukan tugas mulia sebagai pendidik cari, usaha sampingan untuk menafkahi keluarga.

Ingat pesan KH. Maemun Zubair pada sahabat  guru,  “Nak, kamu kalau jadi guru, dosen, atau kiyai kamu harus tetep usaha, harus punya sampingan biar hati kamu nggak selalu mengharap pemberian atau bayaran orang lain, karena usaha dari hasil keringatmu sendiri itu barokah.” []

Pos terkait