Dampak BBM Naik Sederet Harga Barang dan Jasa Ikut Meroket

Foto Dokumentasi

Oleh: DR. Basuki Ranto

Dosen Pascasarjana Universitas Suropati

Bacaan Lainnya

Harga BBM bersubsidi yang naik sejak Sabtu 3 September lalu dengan kenaikan BBM bersubsidi pada tingkat yang dramatis yaitu  pertalite dari 7.650 menjadi Rp.10.000 atau  naik Rp2.350 per liter, sementara solar dari Rp. 5.150 menjadi  menjadi Rp 6.800 naik Rp. 1.650 per liter atau kenaikan rata-rata diatas 30 presen. Secara otomatis akan mengakibatkan sederet harga barang dan jasa ikut meroket dan inilah yang disebut wujud dari efek domino.

Hal ini tidak bisa dihindari karena salah satu unsur komponen biaya produksi dan operasi mengalami kenaikan harga yang tentu saja akan mengakibatkan struktur harga pokok penjualan dan beban operasional akan berubah naik walaupun margin rationya tidak dinaikkan dalam arti komposisinya tetap dari sebelumnya karena kalau ikut dinaikkan akan terjadi menukik tajam.

BBM dalam unsur biaya bisa dibebankan sebagai biaya (cost)_kalau itu usaha industri (manufacrure)_terlihat dalam harga pokok, sementara untuk perusahaan jasa (services) menjadi beban operasional (operating expenses).

Dalam menghitung biaya dan harga pokok maka ada komponen biaya yang dilibatkan yaitu : bahan baku, biaya tenaga kerja dan overhead pabrik dan untuk operasi ada beban umum administrasi, beban penjualan yang semuanya akan mengurangi pendapatan. Ketika salah satu unsur naik BBM misalnya maka akan mengakibatkan semua berantai naik.

Dengan demikian tidak bisa dihindari naiknya BBM pasti akan berdampak kepada kenaikan harga yang lain atau disebut dengan efek domino.

Pada dasarnya efek domino adalah suatu efek komulatif yang dihasilkan saat satu peristiwa menimbulkan serangkaian peristiwa serupa. Hal tersebut sudah menjadi suatu hal yang pasti memberikan dampak dengan memperhatikan alur biaya tersebut.

Kalau ada pejabat atau siapapun yang mengatakan bahwa kenaikan BBM tidak berpengaruh kepada biaya sembako dan sejenisnya itu sungguh tidak benar. Fakta dilapangan sudah terlihat bahwa beberapa harga sudah naik dan ini bukan sesuatu yang latah tetapi memang tidak bisa dihindarkan.

Beberapa Jenis Barang Meroket

Beberapa hari berselang setelah kenaikan BBM bersubsidi, maka masyarakat bereaksi keras atas kebijakan pemerintah menaikkan BBM tersebut dengan melakukan demo serentak oleh mahasiswa, pekerja, pelaku usaha, petani, nelayan dan elemen masyarakat lainnya yang salah satu tuntutannya menolak kenaikan BBM bersubsidi tersebut. Ini sebuah kondisi spontanitas, tidak dibuat-buat apa lagi direkayasa.

Sektor transportasi merupakan bidang kegiatan yang langsung berdampak terhadap kenaikan BBM bersubsidi tersebut.

Pengusaha  PO SAN selaku Ketua Umum Angkutan Bus Antar Kota mengumumkan bahwa tarif angkutan bus antar kota naik 30% atau dengan kenaikan Rp. 40.000,- dari sebelumnya. Hal ini tidak bisa dihindari karena komponen utama usaha angkutan adalah BBM, walaupun disadari bahwa ini akan membebani masyarakat . Walaupun sebelumnya pengusaha ini sudah angkat bicara dan menyampaikan saran dan masukan diantaranya menyampaikan kepada pemerintah mestinya tidak hanya menaikan harga BBM subsidi saja, melainkan juga mempertegas kriteria penerima BBM subsidi baik pertalite maupun solar.

Kenaikan harga BBM subsidi tentu akan berdampak pada naiknya tarif angkutan umum. Dan tentunya kenaikan ini akan berlaku untuk sarana transportasi lainnya yang menjadi bagian dari kenaikan bahan bakar pertalite dan solar, belum lagi untuk usaha lain .

Baik angkutan penumpang maupun barang tak bisa mengelak kenaikan tarif setelah harga BBM naik. Bagaimana tidak, harga Pertalite dan Solar yang jadi bahan bakar utama mereka telah naik.

Naiknya Harga BBM juga berdampak kepada  tarif angkot yang juga ikut naik. Setidaknya di beberapa rute, ongkos naik angkot naik Rp 2.000. Para sopir angkot menyebut kenaikan tarif memang tak terelakkan di tengah kenaikan harga BBM Pertalite.

Kenaikan juga terjadi atas sewa truk untuk angkut barang mengalami kenaikan 25%. Pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mulai bersiap dengan adanya kenaikan biaya sewa 25%. Pasalnya, solar yang menjadi bahan bakar utama naik harganya.

Tarif Angkutan online juga mengalami kenaikan yang memang sebelumnya sudah diajukan ke pemerintah, namun mengalami penundaan. Dengan kenaikan BBM bersubsidi ini sudah barang tentu tidak bisa ditunda lagi dan tidak bisa dihindarkan.

Asosiasi Driver Online (ADO) menuntut kenaikan tarif sebesar 30% untuk merespons adanya kenaikan harga BBM. Mereka juga meminta tarif taksi online ikut disesuaikan dengan adanya kenaikan harga BBM.

Sementara juga terjadi kenaikan ojeg online atau ojol. Tarif baru ojol tersebut berlaku per Sabtu, 10 September 2022. Adapun besaran kenaikan tarif ojek online rata-rata adalah 8 persen. Belum lagi untuk angkutan laut udara dan angkutan darat lainnya seperti Kereta Api dipastikan akan terjadi kenaikan.

Dari sektor harga sembilan bahan pokok yang menjadi bagian kebutuhan primer juga bergerak naik dengan adanya kenaikan BBM bersubsidi. Dilansir dari Bisnis.com terjadi kenaikan harga untuk beberapa komoditas yang diantaranya adalah cabai rawit merah, cabai hijau, bawang putih dan bawang merah.

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada Minggu (11/9/2022), harga bawang merah naik 0,14 persen dibanding kemarin jadi Rp36.450 per kilogram dan harga bawang putih naik 0,17 persen jadi Rp28.850 per kg.

Apabila dibandingkan dengan pekan lalu atau Jumat (2/9/2022) harga cabe rawit merah mengalami kenaikan 7,57 persen dan cabai rawit hijau naik 8,31 persen.

Meskipun cabai merah besar saat ini Rp65.950 per kg atau turun 0,23 persen, tapi dibandingkan pekan lalu harganya naik 8,31 persen, begitu juga harga cabai merah keriting naik 15,76 persen, sedangkan harga telur di luar Jawa dan Sumatra masih tinggi yaitu di kisaran Rp30.000 per kg.

Selain hal-hal tersebut sudah barang tentu masih banyak sederetan barang lain yang akan meroket kenaikannya akibat beberapa sektor yang mengalami kenaikan akumulasi rata-rata dari kenaikan BBM bersubsidi .

Konklusi

Dari beberapa gambaran kenaikan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya maka dapat diambil konklusi sebagai berikut :

Pertama: Dampak kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi nampak jelas bahwa kenaikan sederetan barang dan jasa akan mengalami kenaikan yang meroket karena berangkat dari kenaikan BBM bersubsidi yang berbasis pada rata-rata  kenaikan 30% dan memberi efek domino untuk sektor lainnya, betapa tidak meroket kalau dari satu sektor saja naik basisnya kenaikan BBM yang kemudian sektor lain juga akan dengan basis yang sama demikian seterusnya.

Kedua: Bahwa dampak kenaikan sederetan barang dan jasa tersebut tidak bisa dihindari karena perlakuan perhitungan biaya harga pokok dan beban operasional mengharuskan menyajikan berdasarkan transaksi yang terjadi dan tidak bisa menggunakan penyikapan lain. Oleh karenanya semua ini akan ditanggung oleh pengguna akhir yaitu masyarakat itu sendiri yang notabene dirasakan berat bagi rakyat kelas bawah.

Ketiga: Melihat kondisi seperti ini mengajak kepada para pengambil kebijakan untuk lebih cermat dan strategis bahwa setiap kebijakan yang akan diambil memerlukan kajian yang holistik, komprehensif dan terintegrasi dengan kajian yang lebih mendalam dan tidak bersifat partial. Seandainya kebijakan menaikkan BBM bersubsidi ditunda untuk waktu yang sangat tepat atau naik tetapi tidak dramatis dengan tahapan, masyarakat akan memberi apresiasi dan angkat dua jempol terhadap kinerja pemerintah.

Keempat: Dengan maraknya demo dari berbagai kalangan masyarakat dan mahasiswa sepatutnya direspon konstruktif oleh Pemerintah. Barangkali tidak disalahkan apabila sebagian tuntutan dapat dikabulkan dengan kebijakan yang pro rakyat.

Kelima: Pada akhirnya kebijakan kenaikan BBM bersubsidi ini segala dampaknya yang merasakan dan menanggung adalah masyarakat terutama rakyat yang bawah yang tidak memiliki keterjangkauan menanggungnya. Belum berhadapan dengan dampak lainnya misalnya inflasi yang tidak banyak diketahui oleh rakyat . Sekarang ini masyarakat merasakan beban yang berat dan berakumulasi. Belum pulih dari derita akibat pandemi Covid 19 sudah dihadapkan dengan berbagai kenaikan sementara masih ada yang belum mendapatkan pekerjaan kembali atau usaha kecilnya belum bangkit dan mereka sering menggunakan istilah “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. [@br-16092022/jbm]

Pos terkait