Dilema dan Problematika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) (Bagian. 1)

Foto Ilustrasi

Oleh : Asep Kurnia, S.Pd.

Sebuah konsep tentu perlu diuji tingkat keajegan & kebermanfaatannya. Konsep baik belum tentu membuahkan kebaikan, konsep benar belum tentu juga membuahkan kebenaran. Konsep dinyatakan baik dan benar apabila telah teruji kebermanfaatanya & kemasalahatanya bagi masyarakat juga umat, konsep juga ada masa kadaluarsa Alias titik waktu berlakunya. ( Askur, 25 juli 2020 ).

Bacaan Lainnya

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang lebih dikenal dengan istilah belajar secara online adalah kelanjutan dari program besutan mendikbud bernama SFH ( School From Home ) & WFH ( Work From Home) yang kemudian dituangkan secara jelas dan tegas pada Surat Edaran Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan  (mendikbud) nomor 4 tahun 2020 adalah contoh konsep model pendidikan di NKRI yang sedang trendy diterapkan di masa pandemi   covid-19.

Apakah konsep dan model PJJ yang saat ini sedang dilaksanakan,  lancar dan tidak menimbulkan  problem/ permasalahan serta menuai kritikan ? apakah PJJ ini tidak membebani masyarakat dan berkeadilan ? Serta,  apakah PJJ ini merupakan solusi yang bermanfaat dan bermaslahat bagi peserta didik juga dunia pendidikan ?  Tentunya tiga pertanyaan kecil & sederhana ini menjadi amat penting untuk dibedah.

Dari beberapa kasus yang muncul menunjukan data dan informasi yang beragam dan berimbang antara maslahat dan madhorot. Banyak yang mempermasalahkan tapi tidak sedikit pula yang  mendukung bahwa model PJJ adakah model pendidikan  modern. Sudah barang tentu terjadinya kontradiksi & resistensi karena kedua kubu ini memiliki alasan alasan pokok yang sama sama kuat.

Retno Listyarti (23/7/2020) Komisioner KPAI bidang pendidikan menyebutkan, banyak siswa mengalami tekanan secara psikologi  serta masalah yang muncul selama mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring. Banyak anak tidak bisa mengakses PJJ secara daring, sehingga banyak dari mereka yang tidak naik kelas sampai putus sekolah,”

Temuan kedua, di Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 menyebutkan selama PJJ guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum karena keterbatasan waktu, sarana, media pembelajaran dan lingkungan yang dapat menjadi kendala selama proses pembelajaran. Namun, faktanya banyak guru tetap mengejar ketuntasan kurikulum dengan cara memberikan tugas terus menerus pada siswa mereka selama PJJ. Dampaknya , banyak siswa merasa terbebani hingga mengalami tekanan secara psikologi , siswa menjadi kelelahan, tertekan dan stres. Padahal menurut teori kelelahan dan tekanan merupakan bentuk kekerasan juga.

Kasus anak SMAN di DKI  sampai masuk IGD dirawat di rumah sakit karena kelemahan dan stres mengerjakan tugas yang berat selama PJJ. Kemudian, siswa SMA Negeri di Nganjuk Jawa Timur yang tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti PJJ atau mengikuti ujian secara daring. Ini hanyalah contoh kecil saja tentang problematika PJJ di tingkat sekolah menengah atas di perkotaan, belum lagi di tingkat SD, SMP yang lebih rumit lagi karena ada SD SMP sederajat diperkotaan , SD, SMP sederajat  di DISKOTIK ( di sisi kota saeutik ) dan SD + SMP sederajat pedesaan yang jauh tertinggal dari berbagai kelengkapan fasilitas pendidikan ala PJJ   online.

Hal lain yang jadi temuan KPAI  adalah Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang nyaris tidak terlayani oleh pendidikan.

Tentunya kejadian di atas tidak terjadi begitu saja.  Ada berbagai faktor sebagai penyebabnya:   faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota , fasilitas , tingkat ekonomi, masalah sinyal dan hambatan teknis lainnya, oleh karenanya sekolah mestinya bersikap bijak dan tidak bertindak semaunya.

Kebijakan untuk mempertimbangkan berbagai kendala yang dihadapi siswa tersebut, perlu benar-benar diperhatikan oleh sekolah mengingat PJJ yang dilakukan secara daring masih akan dilaksanakan selama semester ini, sehingga kasus siswa tidak naik kelas , mengundurkan diri lalu bekerja untuk membantu penghasilan keluarganya sebagai akibat karena kesulitan PJJ daring dapat diminimalkan.  Coba pula pikirkan bila kehadiran yang dipakai sebagai ukuran dalam PJJ secara daring sebagai nilai sikap, lalu bagaimana dengan yang tidak punya alat dan kuota internet sehingga tidak bisa mengikuti PJJ secara daring ???

Bagaimana pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh secara model  Luring (luar jaringan) dan Ruling (guru guru keliling) … menjadi bahasan khusus di episode berikutnya.

Yang perlu di ingat bahwa : Pendidikan itu bukanlah hanya sebuah ” Transfer of Knowledge” tetapi juga yang paling utama adalah ” Transfer of Value”.  Semua elemen masyarakat, lembaga pendidikan serta penggiat & pemerhati pendidikan termasuk Menteri Pendidikan harus tahu itu…!!!  []

Pos terkait