Gemuruh Sang Pejuang

Foto Dokumentasi

Oleh: Mahfud Hidayat

Penulis adalah Khuwaidim Pengurus MUI Kota Bogor Komisi Pendidikan dan Kaderisasi

Bacaan Lainnya

Alhamdulillah saya diperkenankan untuk menginap semalam di pesantren baru putra saya. Sepertinya tidak banyak orangtua santri yang bermalam. Saya pun sendiri di tempat penginapan. Mengintip langsung kegiatan pesantren sungguh membuat memori kami bernostalgia ke belakang saat ‘masantren’ dulu. Tidak juga berniat untuk membandingkan. Namun yang ingin diangkat dalam catatan ini adalah semangat atau spirit nyantri.

Seribu dua ratus lebih santri berkumpul di masjid. Pengurus dengan cekatan menyisir setiap santri yang masih ada di kamarnya.  Suara ngaji Al Quran, wirid ba’da salat, salawat serta pembacaan nazam Alfiyah terdengar bergumuruh. Kompak dan serentak. Selebihnya ngaji kitab di bawah bimbingan pengajar di komplek mereka masing-masing.

Tepat pukul 03.30 dinihari suasana berubah. Tadinya hening menjadi ramai. Layaknya nyanyian menjelang sahur yang biasa kita dengar dinihari di bulan puasa. Mereka bernyanyi kompak diiringi alat musik tabuh seadanya. Bahkan mulai pukul 04.00 semua sudah terkondisikan untuk bersiap ke masjid. Suara gemuruh terus terdengar dengan lantunan nazam Alfiyah di dalam masjid. Demikianlah sekelumit kondisi pesantren baru dua anak saya.

Waktu kami sowan ke pengasuhnya, beliau berpesan. Jika ingin pinter maka harus rajin ngaji. Jika ingin benar (shalih) maka harus rajin shalat berjamaah. Ngaji harus jadi tujuan utama, kata beliau. Untuk mengimbangi ilmu, maka akhlak mulia harus melekat menjadi kebiasaan. Salah satunya dengan rajin shalat berjamaah, pungkasnya.

Tidak heran jika medan perang identik dengan peperangan. Orang yang terlibat di dalamnya harus memiliki semangat yang kuat dalam berjuang. Jika lemah, maka akan kalah. Yang kuat menjadi pemenangnya.

Namun perang tidak identik dengan bunuh membunuh. Perang juga bisa berarti beradu kemampuan. Terlebih di masa sekarang. Kompetensi dan kapabilitas seseorang sangat dominan. Kompeten dalam bidang ilmu agama Islam misalnya. Siapapun yang unggul dan menguasai cabang disiplin ilmu ini, maka semakin kompeten dalam menyampaikan keilmuannya.

Satu hari sebelum saya mengantarkan anak ke pesantren ini,  kami mendapat pencerahan dari orangtua, guru, sekaligus pembina yayasan di tempat kami bekerja. Beliau berpesan tentang 5C untuk  kunci kesuksesan dan menjadi pribadi yang utuh. Kelimanya harus kuat.

Petama, Competent yang berarti mampu dan cakap. Kedua, Character yang berarti kepribadian. Tentunya yang dimaksud adalah karakter, adab, atau akhlak yang baik. Ketiga, Credo yang berarti iman atau agama. Keempat, Consistent yang berarti ajeg dan teguh dalam berprinsip. Selaras antara visi, misi, dan perbuatan. Kelima adalah Continue yang artinya terus menerus dan istiqamah.

Tidak terasa, sebanyak ini saya merenung. Alhamdulillah bis pulang menuju Bogor sudah datang. Sampai jumpa anakku. Kutitipkan kamu kepada Rabbmu. Semoga sehat, betah, dan terus bergemuruh dalam kebaikan. Wallahu a’lam. []

Pos terkait