Kendi Dahulu dan Kini

Foto Ilustrasi. Sambiroto.ngawikab.id

Oleh: DR. Basuki Ranto

Dahulu kendi atau gerabah merupakan industri rakyat di pedesaan dan termasuk kerajinan yang terbuat dari tanah liat. Selain kendi ada juga berupa produk lainnya seperti: kendil, gentong, anglo, kuali, pot bunga dan berbagai variasi lainnya. Proses ‘produksinya bersifat padat karya, biasanya hanya melibatkan keluarga (suami, istri, anak, adik dan kerabat keluarga lainnya). Disebut padat karya karena Semua kegiatan produksi dilakukan dengan melibatkan tenaga kerja manusia dan kalau toh ada mekanisasi hanya sederhana.

Bacaan Lainnya

Kendi dan produk lainnya dibuat melalui proses pembakaran. Dilihat secara phisik bentuknya menggelembung ditengah dan terdapat tangkai leher diatasnya sebagai pegangan dan lubang mengerucut disisi lainnya. Kendi berfungsi sebagai wadah/tempat air minum. Untuk tempat air yang lebih besar yang biasa disebut gentong digunakan untuk menampung stok air yang lebih banyak yang diambil dari sumber mata air sebagai pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Tidak jarang gentong kita jumpai dilanggar (surau) sebagai tempat wudhu.

Keberadaan kendi banyak dijumpai di daerah pedesaan dipulau Jawa. Namun seiring dengan penyebaran masyarakat Jawa ke pulau lain baik dalam rangka program transmigrasi atau karena tugas kedinasan maupun dalam rangka bisnis, kendi jadi dikenal didaerah lain. Didaerah perkotaan dapat dijumpai kendi yang sudah beralih menjadi aksesoris dan sifatnya hanya pajangan belaka. Kecuali untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, kendi digunakan sebagai tradisi budaya yang keberadaannya melengkapi kebutuhan untuk ritual budaya.

Hakikat Kendi

Dikutip dari Wikipedia, kata kendi berasal dari bahasa sansekerta (dari India) yakni kundika yang artinya ‘wadah air minum’. Dalam filosofi Jawa, kendi dimaknai sebagai wadah/sumber kehidupan, dilambangkan air didalamnya yang juga sebagai sumber kehidupan manusia dan seluruh alam semesta.

Keberadaan kendi yang kita kenal saat ini tak luput dari pengaruh peradaban Hindu jauh sebelum agama Islam masuk di Jawa Dwipa (pulau Jawa).

Kendi juga sering digunakan dalam ritual adat Jawa, seperti prosesi kenduri adang uduk menjelang dilaksanakannya pernikahan. Harapan dan doa terselip didalamnya agar dengan niat yang suci  dapat membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam perkembangan sastra Jawa kata kendi tidak hanya dipandang dari sisi asal bahasa (sansekerta), namun merupakan kerata basa atau dalam bahasa Indonesia disebut bakronim. Kerata basa atau bakronim adalah frasa yang dibentuk untuk mengartikan sebuah kata dengan menganggap kata itu sebagai akronim (Wikipedia).

Kendi dalam kerata basa bisa dimaknai sebagai kendalining diri (pengendalian diri) dari sifat-sifat buruk manusia dalam kehidupan. Kerata basa juga sering digunakan oleh para mubaligh/ustadz untuk syiar agama Islam melalui pendekatan bahasa agar mudah dipahami oleh audien, khususnya di pulau Jawa.

Kendi dimaknai sebagai teken kang gedi (tongkat/patok yang besar lagi kokoh) yang digunakan untuk pegangan. Makna filosofis dibalik teken kang gedi yaitu manusia harus berpegang teguh hanya kepada Allah SWT, Yang Maha Besar lagi Maha Agung. Karena Dialah pemilik segala kehidupan, dan kepada-Nyalah semua dikembalikan.

Kendi, dahulu biasa ditaruh di depan rumah-rumah warga. Air dalam kendi tersebut, boleh diminum oleh siapa saja orang yang lewat di depan rumah. Petani yang pulang dari ladang, anak kecil yang bermain, musafir atau pedagang yang kebetulan lewat, mereka meminumnya tanpa harus meminta ijin pada pemilik rumah.

Pemilik rumah yang menaruh kendi di depan rumahnya, memang sengaja agar orang yang membutuhkan air minum dapat memanfaatkannya untuk menghilangkan dahaga. Karena masyarakat menganggap bahwa air adalah berkah dan rahmat dari Tuhan yang menjadi milik semua mahluk hidup.

Air dalam kendi konon terasa dingin dan mampu melonggarkan tenggorokan, meningkatkan metabolisme tubuh serta menyegarkan karena diambil dari sumbernya langsung.

Seiring berjalannya waktu, penggunaan kendi tanah liat ini mulai banyak ditinggalkan. Banyak orang beralih ke wadah yang terbuat dari kaca, plastik, atau juga besi. Kini kendi hampir hilang karena hadirnya peralatan rumah tangga modern yang diproses melalui tehnologi modern yang menghasilkan produk yang berkualitas dan terjamin .

Namun sesungguhnya di era ekonomi kreatif ini kendi perlu digalakkan lagi untuk meningkatkan potensi wilayah.

Kendi Nusantara

Dalam rangka Pemindahan Ibukota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, yang mana Kepala Badan Otorita sudah dilantik termasuk Wakil Kepala untuk segera masuk pada titik nol, dan kembali “kendi” mulai terdengar di masyarakat seantero wilayah nusantara melalui “Kendi Nusantara”.

Kendi Nusantara adalah acara ritual dalam bentuk penyatuan air dan tanah dari 34 provinsi Indonesia di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang memiliki makna tersendiri. Ritual penyatuan tanah dan air tersebut dilakukan Jokowi pagi ini dalam sebuah wadah yang disebut Kendi Nusantara.

Dikutip dari Tempoco menyebutkan, bahwa Kendi Nusantara ini merupakan bentuk dari ke bhinekaan dan persatuan yang kuat di antara kita dalam rangka membangun Ibu Kota Nusantara ini, ujar Jokowi saat memberikan sambutan, Senin, 14 Maret 2022.

Tanah dan air yang disatukan dalam Kendi Nusantara itu dibawa oleh para gubernur dari 34 Provinsi se-Indonesia. Tanah dan air tersebut diambil dari tempat yang dianggap menggambarkan kekhasan dan kearifan lokal daerah masing-masing.

Kembali kali ini kendi terdengar dan banyak disebut setidaknya di 34 Propinsi di Indonesia dalam acara ritual “Kendi Nusantara” yang merupakan sarana memohon doa agar diberikan hidayah dan barokah untuk kemudahan dan kelancaran dimulainya (titik nol) pembangunan sarana dan prasarana perpindahan Ibukota Negara (IKN).

Alangkah indah dan khusu’nya acara ini jika dilakukan dengan “zikir nusantara” agar memperoleh Ridho Allah SWT sesuai dengan yang menjadi tujuannya.

Selanjutnya kita berharap agar “Kendi Nusantara” digunakan sebagai momentum untuk menggerakkan kembali kendi sebagai bagian alat rumah tangga bagi setiap warga masyarakat yang memiliki nilai budaya dan kearifan lokal, karena setiap provinsi di nusantara ini memiliki bahan baku untuk membuat kendi.

Semoga kendi menjadi bagian dari usaha potensial untuk menggerakkan ekonomi dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.(14032022). [jbm]

Pos terkait