KPK Dorong Pemprov DKI Tertibkan Pengelolaan Hunian Eks-Belanda di Jakarta

Foto Ilustrasi

Barometernews.id | Jakarta, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengadakan rapat membahas penertiban pengelolaan aset tanah peninggalan Belanda/objek Panitia Pelaksanaan Penguasaan Benda Tetap Milik Belanda (P3MB)/Presidium Kabinet Dwikora 1955 (PRK.5). Rapat digelar di Ruang Rapat Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/10).

“Kita pahami bersama permasalahan dalam pengelolaan aset eks Belanda yang bernilai strategis ini berpotensi hilangnya aset baik berupa tanah ataupun bangunan. Untuk itu KPK hadir guna menutup celah terjadinya potensi korupsi ataupun kerugian negara,” Ujar Narahubung KPK untuk wilayah DKI Jakarta Hendra Teja.

Bacaan Lainnya

Hendra menjelaskan bahwa selain pengamanan, penertiban dan penyelamatan aset, lebih jauh KPK mendorong dilakukannya upaya optimalisasi pemanfaatan aset-aset tersebut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, jumlah Surat Izin Perumahan (SIP) yang terbit berjumlah 1.281 bidang. Selain penerbitan 62 SIP untuk kepemilikan P3MB dan 3 SIP untuk kepemilikan PRK5, juga termasuk di dalamnya 564 unit rumah ber-SIP yang belum diketahui kepemilikannya. SIP adalah izin yang diberikan sebagai hak untuk menghuni yang berlaku selama 3 tahun dan bukan hak untuk memiliki.

“Kalau saat ini kita minta mereka meninggalkan hunian tersebut, akan timbul masalah baru, yaitu akan tinggal di mana mereka? Padahal saat ini saja kita sudah sangat kewalahan menangani problematika hunian layak misalnya akibat penggusuran,” Ujar Kepala Bidang Regulasi dan Peran Serta Masyarakat DPRKP Pemprov DKI Jakarta Ledy Natalia.

Sementara itu, mewakili Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta M. Unu Ibnudin menyampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Gubernur, tanah eks Belanda adalah tanah negara yang dikuasai Pemprov khususnya DKI Jakarta dan disewakan kepada masyarakat. Selanjutnya, katanya, apabila dimohonkan haknya maka ada pemasukan ke negara sebesar 25 persen.

Unu juga menilai yang lebih memiliki unsur keperdataan adalah Pemprov DKI yang selama ini memberikan izin kepada penghuni untuk menyewa dan menempati sementara tanah/bangunan eks Belanda tersebut. Unu juga mengusulkan adanya sampling eksekusi penghentian SIP di wilayah Jakarta Pusat. Setelah SIP dihentikan, Pemprov DKI Jakarta kemudian dapat memulai proses pemenuhan syarat pendaftaran sertifikasi aset.

“Hal ini perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap aset-aset tersebut dan pemberian pelayanan optimal kepada masyarakat DKI Jakarta. Saran saya kita mulai dengan rumah-rumah di atas tanah dengan status kepemilikan Kota Praja yang belum dicatat sebagai aset milik Pemprov DKI Jakarta,” Ujar Unu.

Menutup diskusi, dengan mempertimbangkan berbagai masukan KPK memberikan empat rekomendasi. Pertama, KPK menyepakati perpanjangan SIP untuk nama yang sama, namun masih mendorong moratorium pemberian SIP kepada ahli waris penghuni rumah eks Belanda.

Kedua, KPK mendorong Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI untuk membentuk tim gabungan dan melakukan rekonsiliasi data, serta melakukan koordinasi dalam hal pelayanan pertanahan atas tanah ex Belanda tersebut.

Ketiga, perlu dipikirkan mekanisme evaluasi terkait pemanfaatan aset bagi penerimaan daerah dan regulasi yang perlu disusun sebagai dasar hukum.

“Terakhir, perlu identifikasi terhadap tanah ex Belanda yang berdasarkan ketentuan adalah milik atau dapat dimiliki oleh Pemprov DKI atau negara, agar dapat segera dilakukan pengamanan fisik dan proses pensertifikatan,” Tutup Hendra. [BHM – KPK RI]

Pos terkait