“Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) APBD menentukan besaran sumber penerimaan daerah yang tidak realistis, antara lain berupa perkiraan Pendapatan Asli Daerah yang tidak realistis, transfer dana dari pemerintah provinsi jauh di atas potensi penerimaan, serta pos utang daerah yang tidak bisa direalisasikan,” terangnya.
Dalam pertemuan yang dihadiri Pj. Bupati KKT Daniel E. Indey, Sekda KKT, Pimpinan dan Anggota DPRD KKT, serta pimpinan OPD se KKT yang digelar pada di Kantor Bupati Kepulauan Tanimbar (10/4), terungkap bahwa permasalahan mendasar tata kelola pemerintahan daerah di daerah tersebut bersumber dari kurang cermatnya Pemda dalam mengelola keuangan daerah. Salah satu isu krusial yang disoroti adalah defisit Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang saat ini mencapai lebih dari Rp300 miliar. Nilai ini teramat besar dan melampaui ketentuan maksimal 2,5% APBD berdasarkan peraturan perundang-undangan, sementara defisit yang tercatat sebesar 40%.
Bagi KPK, hal ini menjadi indikasi adanya praktik yang tidak profesional dalam perencanaan APBD. KPK berharap tak ada susupan kepentingan yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Karena idealnya, APBD ditetapkan dengan memperhitungkan potensi dan sumber penerimaan.
“Jangan-jangan belanja sudah ditetapkan terlebih dahulu, baru kemudian dicarikan sumber pendanaannya. Kalau demikian, perilaku ini perlu didalami lebih lanjut, jangan-jangan mengarah pada bagi-bagi proyek agar semua senang. Apalagi ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir sebelum Pj Bupati ditunjuk,” tegas Dian.
Dalam penjelasannya, Pj. Bupati KKT menegaskan bahwa permasalahan defisit ini menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan selama masa jabatannya. “Di tahun 2023, kami mencoba menekan defisit APBD maksimal 2,5% sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini menjadi perhatian utama TAPD bersama-sama dengan tim banggar DPRD,“ papar Daniel.
KPK mencatat, dampak lanjutan dari ketidakmampuan fiskal daerah akibat beban utang menyebabkan sejumlah proyek pembangunan terhambat. Di tahun 2017, pembangunan menara air bagi masyarakat Desa Arma Kecamatan Nirunmas terhenti karena nilai kontrak yang dibayarkan masih terutang sebesar Rp 132 Juta.
Demikian pula dengan pembangunan RSUD dr. PP. Maregtti yang dibangun tahun 2020 sampai 2021. Proyek yang dipecah dalam 11 paket pengadaan senilai Rp30,4 Miliar pada tahun 2020 serta 6 paket pekerjaan senilai Rp15,2 miliar pada 2021, saat ini terbengkalai, dengan kondisi bangunan rusak dan tidak terawat. Bahkan sebagian alat kesehatan dan prasarana RSUD hilang karena pengamanan aset tak dilakukan.
Sayangnya, proyek yang terutang paling banyak justru pada sektor yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat seperti kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan transportasi. Akibatnya upaya pemda untuk mengakselerasi pembangunan ditengah keterbatasan akses, menjadi terhambat.
“Pemberantasan korupsi di pemda, semestinya membawa dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat. Apalagi Tanimbar merupakan salah satu daerah yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi dengan tantangan geografis yang tidak mudah. APBD sudah seharusnya dialokasikan dengan tepat untuk mendorong pembangunan daerah, bukan justru dihambur-hamburkan apalagi dinikmati hanya oleh segelintir orang,” tegas Dian lagi.
KPK juga memberikan catatan khusus atas pengelolaan barang milik daerah di KKT. Setidaknya ada 3 bidang tanah pemda yang masih bermasalah di KKT. Ketiga bidang tanah yang luasnya mencapai lebih dari 1 Ha tersebut belum memiliki sertifikat dan sebagian dikuasai oleh warga. Karenanya, KPK menyarankan agar tanah tersebut dipasangi tanda kepemilikan pemda dan segera disertifikasi.
Untuk aset pemda berupa kendaraan dinas, KPK mencatat puluhan kendaraan dikuasai oleh mantan pejabat KKT seperti mantan Bupati, Pimpinan DPRD, Asisten hingga kepala OPD. Melalui koordinasi lintas pihak pada 10 April 2023, KPK telah menghimbau agar kendaraan tersebut segera dikembalikan kepada pemda. Hasilnya, pada 11 April 2023 tercatat 8 kendaraan roda 4 yang dikembalikan ke pemda. Dua di antaranya bersumber dari kendaraan dinas yang dikuasai oleh mantan Bupati KKT Periode 2017-2022, yang dikembalikan dalam kondisi rusak berat.
Selain itu, pada minggu sebelumnya, KPK melakukan koordinasi penertiban aset milik pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara. Terungkap, sejumlah mobil dinas masih dikuasai oleh mantan pejabat Maluku Tenggara, termasuk oleh mantan Bupati Malra dan mantan Kepala Dinas Maluku Tenggara. Terkait dengan hal tersebut, KPK meminta kepada para mantan pejabat agar segera mengembalikan mobil dinas yang dikuasai, kepada pemda setempat. Hasilnya 4 mobil dinas akhirnya dikembalikan kepada pemda.
KPK juga mendampingi Pemda Maluku Tenggara untuk mengamankan aset berupa tanah seluas 25 ha yang ada di Langgur dan selama ini dibiarkan terlantar. Akibatnya, sebagian lahan sudah dihuni oleh warga. Untuk itu KPK meminta Pemda memasang tanda sebagai bukti kepemilikan lahan oleh pemda dan meminta Pemda untuk melakukan koordinasi secara intensif dengan Kantor Pertanahan setempat untuk mengakselerasi proses legalisasi aset tidak bergerak milik Pemda.
Permasalahan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah yang terjadi di hampir semua wilayah di Maluku, termasuk di Maluku Tenggara dan KKT harus segera diselesaikan. KPK meminta agar pemda menghentikan sementara pengadaan kendaraan dinas untuk membenahi pengelolaan aset yang sudah ada saat ini. “Jangan sampai negara rugi dua kali karena kendaraan yang ada tidak dikelola dengan baik, namun justru pemda membeli kendaraan yang baru,” tegas Dian.
KPK menegaskan kembali agar pemda serius mengelola kekayaan yang dimiliki oleh daerahnya. Sebab tugas aparatur yang ada saat ini adalah memastikan kesejahteraan masyarakat terpenuhi tidak hanya pada masa ini, namun juga anak cucu yang akan menjadi pewaris tanah dan air Maluku.
“Kekayaan daerah harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Jangan ada segelintir orang yang dengan cara melawan hukum menguasai kekayaan daerah. Semua ini harus dikelola untuk kemakmuran masyarakat lintas generasi sebab ini akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak. Pimpinan daerah harus memberikan teladan, bukan justru berkolusi untuk menguasai kekayaan daerah untuk memperkaya diri atau kelompoknya,” tutup Dian. [BHM-KPK RI]