Adapun terkait alokasi anggaran penurunan stunting di Tahun 2022, baik melalui APBN, APBD maupun APBDesa, Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin meminta agar bisa disinergikan antar kementerian/lembaga (K/L). Kebutuhan anggaran penurunan stunting perlu dihitung kembali dan dikonsolidasikan agar lebih efektif dan efisien.
“Pelaksanaan program harus dipantau, dievaluasi dan dilaporkan secara terpadu dan berkala. Sehingga dapat diketahui perkembangan, capaian, dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya, yang kemudian kita bisa mengambil langkah berikutnya untuk memastikan target prevalensi 14 persen pada tahun 2024 bisa tercapai,” ungkap Ely.
Melihat anggaran stunting pada K/L yang mayoritas merupakan anggaran untuk mendukung program prioritas K/L. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021, anggaran Rp800 miliar pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terbilang sangat minim untuk K/L sebagai koordinator program pencegahan stunting dalam memastikan pencapaian dari intervensi spesifik.
Oleh karenanya, melalui kegiatan ini KPK mencoba merekomendasikan beberapa hal, mulai dari segi anggaran, pengadaan, dan pengawasan. Seperti integrasi Perencanaan dan penganggaran antara pusat dan pemerintah Daerah dalam mendorong efektifitas dan efisiensi anggaran, termasuk mencegah tumpang tindih.
“Tim Stranas PK akan mendorong integrasi perencanaan dan Penganggaran, melalui format digital mulai dari level desa hingga pusat, termasuk Monitoring proses penyusunan RKP, Renja, RKA dan DIPA K/L pada sektor pengendalian stunting dan upaya pengentasan kemiskinan. Pada segi pengawasan, terdapat pedoman teknis yang digunakan Inspektorat untuk pengawasan pelaksanaan program percepatan penurunan prevalensi stunting,” jelas Ely.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan (PMPP) Setwapres, Suprayoga Hadi mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada KPK, karena sudah berkolaborasi bersama dalam program penurunan prevalensi stunting. Sebagai realisasinya, Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) akan mengkompilasi semua data program dari K/L terkait, untuk diolah dan ditampilkan dalam dashboard pemantauan terpadu.
“Kami berterima kasih kepada KPK yang sudah turut berkolaborasi, dengan menjadikan Program Penurunan Prevalensi Stunting sebagai program tematik dalam rangka pencegahan korupsi. Temuan KPK di lapangan, terdiri dari anggaran, pengadaan, data, dan pengawasan, itu akan kami koordinasikan dengan K/L terkait untuk dijadikan bahan perbaikan tata kelola program ke depan,” kata Hadi.
Hadi juga menyampaikan, pemerintah akan memastikan intervensi pencegahan stunting pada perempuan, sejak atau sebelum kelahiran dan sesudah kelahiran. Untuk itu, sebelum kelahiran akan dilakukan program pendistribusian tablet tambah darah (TTD) untuk remaja putri, program tambahan asupan gizi untuk ibu hamil kurang gizi kronik, melengkapi puskesmas dengan USG untuk mempertajam identifikasi ibu hamil.
Selanjutnya, untuk pasca kelahiran juga dilakukan program untuk mendukung pemenuhan konsumsi protein hewani balita, merevitalisasi proses rujukan balita weight faltering dan stunting ke puskesmas dari rumah sakit, serta merevitalisasi, melengkapi, mendgitalisasi alat ukur di seluruh posyandu. [BHM-KPK RI]