Membangun Literasi Teknologi dengan Pendidikan Coding

Istimewa/RIDWAN, M.T

Oleh: RIDWAN, M.T

Dosen Pendidikan Teknik Elektro UIN Ar-raniry Banda Aceh dan Anggota Relawan TIK Aceh

Bacaan Lainnya

E-mail : ridwanmt@ar-raniry.ac.id

Belum lama ini, masyarakat Aceh dikejutkan dengan rilis hasil survey oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan Aceh mendapat peringkat pertama untuk daerah termiskin di pulau Sumatera dan peringkat enam di Indonesia tahun 2019. Walaupun demikian, BPS mengatakan angka kemiskinan di Aceh turun 0,31% (finance.detik.com).

Hal ini membuat semua pihak terkejut dengan dasar tahun 2019pemerintah pusat mengucurkan dana desa untuk Aceh sebesar Rp 4,95 triliun dan dana otonomi khusus sebesar Rp 8,35 triliun. Dengan kucuran jumlah dana besar tersebut, banyak pihak berspekulasi mustahil Aceh masuk kedalam peringkat daerah miskin.

Sebahagian besar remaja dan anak-anakmuda di Aceh lebih senang duduk nongkrong berjam-jam di warung kopi selain untuk berdiskusi, lebih banyak digunakan untuk bermain Game ataupun berinteraksi dengan media sosial.

Kebiasaan ini menjadi aktifitas rutinitas yang dilakukan daripada berinovasi dan berkarya untuk peningkatan intelektualitasnya di perpustakaan ataupun laboratorium. Hadirnya layanan Wi-fi pada warung kopi ternyata belum mampu menggerakkan literasi masyarakat untuk membaca buku ataupun berinovasi.

Pendapat penulis mengatakan, terdapat keterkaitan antara masuknya Aceh kedalam peringkat miskin dengan kebiasaan masyarakat, anak muda dan remaja Aceh yang lebih banyak menghabiskan sebagian waktunya di warung kopidengan memanfaatkan wi-fi hanya sekedar untuk mengakses media sosial ataupun bermain game.

Suatu kebiasaan yang seharusnya dapat dipergunakan untuk pemanfaatan Teknologi Informasi untuk melahirkan Inovasi. Vietnam merupakan salah satu contoh Negara yang mendorong warganya menciptakan inovasi untuk mengurangi kemiskinan. Usaha-usaha di Vietnam yang menggunakan Teknologi Informasi menikmati pertumbuhan lebih tinggi dan meningkatkan produktivitas usaha secara drastis (http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/seminar-ori-2017/).

Era literasi baru atau disebut “new literacy” revolusi industri 4.0 menuntut kepada 3 literasi utama yaitu literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Penguasaan kecerdasan buatan, big data, internet of things (IoT), robotika dan berbagai istilah lainnya harus familiar oleh Masyarakat Aceh, apalagi kedepannya akan memasuki masa industri 5.0.

Salah satu elemen yang perlu dikuasai untuk mencapai hal tersebut adalah penguasaan coding. Seseorang yang memahami codingakan mampu melahirkan ide-ide yang inovatif yang sejalan dengan kemajuan Teknologi.

Coding dan Inovasi

Coding merupakan Bahasa Pemrograman Komputer yang digunakan untuk membuat aplikasi atau program pada perangkat komputer ataupun mobile (Smartphone dan tablet). Coding bisa digunakan untuk berinovasi dengan tujuan memecahkan masalah dengan lebih efisien. “Coding is the best foreign language that a student in any country can learn”, pernyataan ini dikatakan oleh Tim Cook, CEO Apple.

Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa Coding sudah digunakan di semua aspek kehidupan, mulai dari edukasi, permainan, perbankan, komunikasi dan lainnya. Persepsi yang menyatakan coding hanya dikuasai oleh para mahasiswa atau ahli IT tidaklah benar. Dewasa ini, semua kalangan sudah mampu menguasai coding untuk melahirkan suatu produk atau inovasi bidang Teknologi.

Ketika seseorang mengerti dasar Bahasa pemrograman Komputer, maka akan memudahkan dan membantu untuk menguasai teknologi yang ada di sekitarnya. Seperti contoh anak SD yang belajar mempelajari ilmu biologi untuk mengerti lingkungan sekitarnya.

Mempelajari coding dapat menumbuhkan kreatifitas karena ada proses menciptakan awal cerita, alur cerita dan ending untuk sebuah program. Coding merupakan kombinasi matematika, algoritma dan logic untuk menambah kemampuan computational thinking. Hal ini membuat seseorang mampu mengkomunikasikan pikiran dengan cara logika dan terstruktur sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah dengan bantuan teknologi yang didasari oleh komputer.

Menristek dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang P.S Brodjonegoro pernah menyampaikan dalam suatu kesempatan bahwa Indonesia memerlukan SDM yang unggul untuk mengembangkan industri digital, salah satunya adalah kemampuan menguasai Coding.

Generasi kedepan harus beradaptasi maksimal menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0 dan kesiapan menuju 5.0. Diperlukan upaya massif dan terstruktur dari Pemerintah Daerah untuk mengenalkan sistem coding ke seluruh lapisan masyarakat dan memberi atau melatih SDM unggul untuk menguasainya.

Remaja Aceh dan Coding

Kepala BPS Aceh dalam rilis survey tentang data kemiskinan Aceh tahun 2019 juga mengungkapkan, ada tiga mata rantai yang harus diputuskan untuk menekan angka kemiskinan di Aceh, ketiganya yaitu masalah pendidikan, pendapatan, dan kesehatan.Faktor pendapatan memang menjadi hal utamanya, namun faktor Pendidikan juga menjadi dasar untuk menambah pendapatan.

Dana Desa dan Otsus yang besar banyak digunakan hanya untuk pembuatan saluran, jalan dan sebagainya.Munculnya program Tim Inovasi Kecamatan dan Desa yang hampir sebagian besar dibentuk di setiap kabupaten/kotadi Aceh, jugabelum semuanya mencapai kepada tahap melahirkan suatu inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan taraf hidup perekonomian masyarakat.

Diperlukan suatu pendekatan lain untuk menumbuhkan jiwa berinovasi kepada masyarakat khususnya anak-anak muda Aceh. Inovasi yang dihasilkan harus sejalan dengan perkembangan teknologi.Pendekatan pembelajaran coding kepada remaja dan anak-anak muda dapat menjadi alternatif dengan tujuan menumbuhkan jiwa berinovasi bidang Teknologi.

Kebiasaan nongkrong di warung kopi dengan bermain Game dan berinternet yang telah marak pada kalangan remaja di Aceh dapat menjadi suatu modal awal untuk mempelajari coding.

Perspektif negatif terhadap Internet dan Game dapat diubah dengan pendekatan melahirkan Produks Inovasi melalui penguasaan coding.Seseorang yang mahir bermain game seharusnya sudah mampu menguasai dan mempelajari logika-logika dasar.

Pembelajaran coding tidak terlepas dari kemampuan pengetahuan logika dan penalaran dalam pemecahan suatu masalah. Kebiasaan menghabiskan waktu berinternet dengan asyik bermedia sosial juga dapat dimanfaatkandengan menjadikannya sebagai sarana promosi digital atau disebut Sosial Media Marketing.

Mengubah pola hidup masyarakat Aceh khususnya kalangan remaja dan anak muda terhadap kemajuan Teknologi Informasi tidaklah mudah. Fatwa MPU Aceh yang mengharamkan Game PUBG dan sejenisnya pada pelaksanaannya tidak sepenuhnya dijalankan.

Strategi untuk menjadikan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari negatif menjadi positif harus menjadi pertimbangan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Membangun literasi Pendidikan coding kepada remaja dan anak-anak muda Aceh merupakan salah satu langkah yang bisa diterapkan. Pendekatan ini diharapkan akan memunculkan startup dari Anak Muda Aceh sehingga selaras dengan “Program 1.000 Startup” Presiden Jokowi-maruf untuk melahirkan Unicorn baru di Indonesia.

Pembangunan infrastruktur produksi di zaman Teknologi Informasi akan sejalan dengan penguasaan kemampuan coding untuk menciptakan inovasi-inovasi bidang Teknologi Informasi. Kebiasaan remaja dan anak muda Aceh dari hanya sebagai para Konsumsi Teknologi akan berubah menjadi anak muda yang memproduksi Teknologi.

Harapannya, dengan penguasaan pendidikan coding akan melahirkan inovasi dari anak muda Aceh yang secara tidak langsung setiap tahunnya akan mampu mengurangi angka pengangguran dan Kemiskinan di Negeri Syariah ini. Mari ! (***)

 

 

 

Pos terkait