Mengelola Hati Agar Tidak Ada Rasa Dengki

Foto Dokumentasi

Oleh: Misno Mohamad Djahri

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga ia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Proses interaksi ini berlangsung antar sesama manusia baik secara langsung ataupun melalui media sosial, sehingga dalam proses ini terjadi interaksi saling melihat, mendengar dan terkadang terjadi kontak fisik.

Hal pertama yang terjadi dalam interaksi ini adalah kontak mata, di mana mereka yang berinteraksi akan melihat dengan mata kepala lawan interaksinya. Dari sinilah kemudian antara manusia dengan manusia lainnya dapat melihat atau memandang antara yang satu dengan yang lainnya. Tampilan fisik yang terlihat memunculkan berbagai perspektif, jika dalam pandangan seseorang tampilan fisik ini sesuai dengan dirinya maka akan terjadi interaksi yang lebih nyaman, namun jika tampilan fisik ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka sering sekali muncul rasa tidak nyaman atau bahkan merasa “jijik” ketika melihatnya.

Bacaan Lainnya

Sebagai contoh seseorang yang bertemu dengan orang lain dengan banyak tato di sekujur tubuhnya, atau berinteraksi dengan orang dengan dandanan ala punk. Maka bagi beberapa orang interaksi dengan mereka tidak nyaman karena hati dan keyakinannya akan berpendapat bahwa orang dengan gaya seperti itu bukanlah orang shaleh.

Demikian pula apabila kita berjumpa dengan seseorang yang memiliki cacat di tubuhnya, wajah yang hitam dan penuh luka, mata yang buta, bibir sumbing atau muka yang penuh luka atau tato. Maka jangankan untuk memandang lebih lama, untuk menatapnya sekilas saja akan menjadi malas. Juga apabila kita berinteraksi dengan orang lain namun wajah, gesture dan bahasa tubuhnya tidak menyenangkan kita, maka yang muncul adalah rasa tidak nyaman sehingga kita berupaya untuk tidak memandang dan menjauhi orang tersebut.

Merujuk pada pembahasan sebelumnya maka sebagai seorang muslim tentu sajja kita harus mampu untuk mengelola hati agar tidak muncul rasa tidak nyaman, tidak suka bahkan dengki yang ada di hati. Hal ini karena Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.

Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” HR. Muslim.

Riwayat ini secara jelas menyebutkan bahwa rupa dan harta bukanlah sesuatu yang dilihat oleh Allah Ta’ala, akan tetapi baiknya hati dan amalan itulah yang menjadi ukuran baik tidaknya seseorang. Sehingga ketika kita berinteraksi dengan orang lain, di mana orang tersebut tidak nyaman untuk dilihat baik karena fisik atau tampilan lainnya maka jangan sampai terbawa kepada stigma yang negatif, apalagi merasa tidak suka sampai pada jijik melihatnya tanpa adanya alasan syar’i. Termasuk ketika melihat orang lain yang “buruk rupa” atau memiliki karakter yang terkesan menyebalkan, hendaknya kita mengelola hati kita agar tidak muncul rasa negatif yang dilarang oleh agama.

Sebagaimana manusia sebenarnya wajar, ketika melihat tampilan fisik orang lain yang cacat, luka atau buruk rupa kita merasa tidak nyaman. Demikian pula sebagai orang beriman kita tidak suka melihat orang yang badannya penuh dengan tato atau penampilan gaya punk atau wanita yang tidak memakai pakaian syar’i. Tetapi di sinilah tempatnya kita harus mengelola hati, di mana jangan sampai terjebak pada tampilan fisik dan luaran karena sejatinya itu semua adalah ciptaan Ar-Rahman. Tampilan fisik dan luaran juga bukan ukuran, karena bisa jadi orang yang tampilan luarnya buruk rupa atau terkesan menyebalkan sejatinya dia adalah orang paling baik dan bertakwa di sisi Allah Ta’ala.

Mari mengelola hati kita agar tidak mudah menilai seseorang dari tampilan fisik dan luarnya, tapi kepada amal baik dan keshalihannya. Bila kita belum mengenalnya lebih lama maka bersikaplah sesuai dengan aturan agama (syariah), tidak berburuk sangka dan menjunjung tinggi adab dalam Islam yang mulia. Karena sekali lagi, tampil fisik adalah pemberian dari Allah Ta’ala, bahkan manusia tidak bisa untuk merubahnya, sedangkan manusia akan dinilai dari hati dan amal baiknya. Wallahu a’lam. 23012023. []

Pos terkait