Oleh : Karyadi el-Mahfudz, S.Th.I, M.A
Ketika kehidupan ini berakhir maka disitulah kita memasuki fase yang namanya kematian, Allah SWT berfirman, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini datangnya dari sisi kamu Muhammad”. Katakanlah: “Semuanya datang dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu Ya itu orang munafik hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun ?” Al-Quran Surat An-Nisa Ayat 78. Di bumi manakah kematian mendapati kita menjadi sebuah misteri buat manusia, yang tanpa kita sadari mungkin orang tua, kaka, adik bahkan tetangga atau sahabat sekalipun sudah mendahului kita menghadap Sang Khalik. Ya kematian akan menghampiri kita, entah kapan ? dimanakah ? baahkan dengan cara apakah ? Termasuk meninggal dalam pendemi covid-19.
Sederet kasus orang meninggal biasa tapi dipaksakan dikubur secara covid, telah menimbulkan banyak tanya dan kecurigaan. Baik dari keluarga ataupun khalayak ramai untuk menerima korban dikubur secara covid. Terlepas semua kegiatan merawat pasien dan penguburan secara covid yg disalahgunakan untuk meraih materi atau tujuan lain sangat melukai hati masyarakat, biarkan berjalan apa adanya jika memang meninggal karena covod-19 maka kejelasan status rekam jejak medis harus transparan, jika positif maka lakukan pemakaman dengan protokoler, jika meninggal karena sakit biasa untuk apa dimakamkan secara covid ? Ini yang menjadi PR kita bersama-sama memberikan kesejukkan ditengah-tengah masyarakat, bukan menambah kegaduhan dalam masyarakat. Rasulullah SAW selalu mengingatkan pada kita “Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya.”
Qulil haqqa walau kana murran, قل الحق ولو كان مرا karena memang kebenaran bagi sebagian keadaan adalah kepahitan itu sendiri. Inilah yang sedang terjadi di sekitar kita kali ini. Ketika kebohongan sudah mengurat-nadi, seolah kebenaran enggan menunjukkan diri. Bukan karena malu atau terdesak dengan kebohogan, namun karena keduanya tak mungkin ada berdampingan dengan bersamaan. Seperti dua sisi mata uang akan berbeda, kebenaran harus kita jaga eksistensinya diatas kepentingan apapun yang melingkupinya, jangan kebenaran dibelokkan kearah yang semakin tidak kentara bahkan dipenuhi kamuflase bahkan fatamorgana aksi-aksi semu, kebenaran yang terlontar dari mulut kita, dari body language atau gestur tubuh dapat kita baca bahkan sudah mendapat penolakan dari dorongan hati kita yang selama ini menjadi filter bagi ketidakjujuran, tapi kebohongan apapun yang kita coba untuk disembunyikan pada akhirnya akan terkuak entah kini, esok atau saat kita sudah berkalang tanah, jadi masih kita bermain-main dalam kematian di musim pendemi covid-19 ? Pastinya kita juga akan mengalami mati, bukan ?