Oleh Carissa
Siswi Kelas XI IPS, Sekolah Sukma Bangsa, Bireuen.
“Cekrek… upload” Merupakan kebisaan masyarakat Indonesia, kegiatan apapun hampir selalu di abadikan dalam jejak digital. Begitulah awal kasus sampah plastik mulai viral dan beritanya semakin di minati masyarakat. Upaya penanggulangannya pun menjadi perbincangan khalayak ramai dan diikuti oleh banyak orang.
Tapi mirisnya masih banyak sekali masyarakat yang belum tahu sudah sekrisis apa kasus ini bahkan masih ada yang tidak tahu ini kasus apa, hanya sekedar ikutan tren saja dengan lagak ikut berpartisipasi dalam penanggulangan sampah. Jadi, sudah sekrisis apakah kasus sampah plastik di Indonesia?
“Sang penghasil sampah plastik di dunia,” itulah julukan yang sudah melekat dalam beberapa tahun ini kepada Indonesia yang menujukkan tingkat darurat sampah plastik diIndonesia, kita juga menduduki posisi ke-2 sampah plastik terbanyak setelah Tiongkok. (Dikutip dari liputan6.com).
Di Indonesia, sampah plastik tak hanya dijumpai di wilayah darat saja, tapi juga sudah menyebarluas ke wilayah laut yang luasnya mencapai dua pertiga dari total luas Indonesia. Disebabkan oleh itu, kegiatan menanggulangi sampah sudah menjadi hal yang sangat viral dan dilakukan di berbagai kalangan, mulai dari pemerintah hingga rakyat kecil.
Terutama mengenai perihal sampah plastik yang ada di lautan.Sampah-sampah plastik tersebut sudah mulai menampakkan dampak buruknya Sampah-sampah itu terus membunuh makhluk hidup di lautandan juga merusak lingkungan di sekitar. Laut akan menerima dampak luar biasa jika tidak diambil langkah segera.
Ancaman lain adalah gelombang impor plastik yang kemungkinan besar akan datang dari negara-negara lain. Hal itu disebabkan Tiongkok kini tak lagi memperbolehkan penduduknya untuk mengimpor sampah plastik. Peranan orang-orang tersebut dalam menanggulangi sampah sangat dibutuhkan, karena segenap orang tersebut memiliki ide atau cara penanggulangan yang sangat efektif dan bahkan kreatif.
Permasalahan sampah plastik yang kompleks, bermuara pada munculnya kampanye untuk mulai mengurangi penggunaan plastik. Mungkinkah? Tentu saja mungkin dengan memaksimalkan ide dan upaya yang ada.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,2 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik.
Komposisi sampah plastik di laut mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik. Kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik. Bahkan pada 2025, rasio plastik dibanding ikan di samudra diperkirakan menjadi 1:3. Plastik bakal terus bertambah menjadi 250 juta ton, sedangkan jumlah ikan terus menurun akibat penangkapan yang makin gencar. (Dikutip dari kompas.com)
Sampah yang terbuang ke laut dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan membahayakan populasi yang ada di laut. Selain berakibat buruk pada spesies ikan, sampah plastik juga dapat merusak terumbu karang yang sudah terancam punah. Luas terumbu karang total pada 2016 sekitar 2,5 juta Ha, dengan kondisi cukup baik sekitar 37 persen dan kurang baik sekitar 30 persen (Kelautan dan Perikanan dalam Angka, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016).
Penutupan permukaan laut oleh sampah plastik dapat membahayakan biota laut. Ada banyak sekali kasus menyedihkan yang terjadi pada biota laut. Saya akan memaparkan beberapa contohnya. Paus: Bangkai Paus Sperma ditemukan warga Pulau Kapota, Wakatobi pada 18 November 2018. World Wide Fund for Nature (WWF) dan pengurus Taman Nasional Wakatobi menemukan 5,9 kilogram sampah plastik di perut paus tersebut. Secara rinci setidaknya ada 115 sampah gelas plastik, empat botol plastik, 25 kantung plastik danribuan sampah plastik lainnya.
1000 penyu mati: Bagi penyu, kantong plastik terlihat seperti ubur-ubur yang lezat. Jaring ikan yang hanyut juga terlihat seperti rumput laut tak berbahaya.
Lalu, mengapa hewan-hewan tersebut tertarik memakan plastik? Zettler menagatakan ini semua terjadi karena semua plastik di air laut ditutupi lapisan tipis mikroba, yang biasa disebut sebagai ‘Plastisphere’. (Dikutip dari bbc.com).
Lapisan kehidupan berlendir ini mengeluarkan senyawa kimiawi yang bau dan rasanya seperti makanan. Setelah membaca dan me surveyberita-berita krisis seperti ini, apakah pemerintah perduli atau malah mengacuhkan? Jika tidak, apa upaya pemerintah dan masyarkat khususnya kita para remaja pemegang masa depan bangsa dalam menghadapi hal seperti ini?
Penulis akan memulai dengan upaya pemerintah; Pemerintah bekerjasama dengan berbagai swalayan untuk melancarkan program tersebut. Program uji coba tersebut sebenarnya sudah memberikan dampak positif mengurangi 60% kantong plastik, namun tersebut kurangberhasil untuk mengurangi sampah plastik.
Usaha pemerintah tidak sampai disitu saja. Pemerintah semakin serius dengan menggandeng World Economic Forum (WEF) dengan menargetkan akan kurangi sampah plastik di laut sampai 70% pada 2027 mendatang dan mengatakan telah membuat tahapannya
Saya sedikit menyanyangkan hal ini, apakah pemerintah berpikir Indonesia dapat bertahan selama itu ?
Kabar baiknya masyarakat yang tergerak hatinya sudah maju selangkah dari pemerintah, masyarakat sudah menjalankan upaya nya dalam mengatasi krisis ini, berikut merupakan contoh pengupayaan masyarakat yang paling sering saya amati: pertama, membuat rumah sampah, selain untuk mengurangi sampah, rumah sampah ini juga bisa menghasilkan dan mensejahterakan rakyat dan bahkan bisa di ekspor untuk membantu perekonomian Indonesia dari hasil berupa karya yang di olah dari sampah dan di perjual belikan.
Cara kedua merupakan cara yang ‘mendunia’ yaitu, Menggunakan stainless straw (sedotanstainless): Seperti judul essay saya, penggunaan stainless straw ini viral di kalangan ‘anak muda hits’ untuk kelihatan instagrammable sekaligus menjaga lingkungan hidup ‘katanya’ namun saya kurang setuju akan hal ini, karena kurang efektif jika menggunakan stainless straw tapi masih menggunakan wadah plastik yang sudah jelas massa-nya lebih besar dari pada stainless straw tersebut.
Niat para remaja ini hanya ingin kelihatan instagrammable saja, bahkan masih ada yang belum mengetahui krisis sampah di Indonesia dan hanya ikut-ikutan saja. Alangkah baiknya jika menggunakan wadah yang tidak berasal dari plastik, seperti cup coffe dari kardus dan di lapisi aluminium foil sebagai lapisan dalam misalnya dan menggunakan stainless straw untuk memaksimalkan fungsinya. Saya rasa ide tambahan ini bisa diikuti oleh banyak orang yang sudah mulai peka untuk menggunakan stainless straw.
Kita semua sadar bahwa Indonesia adalah negara kita tercinta yang kemerdekaannya tidak didapatkan dengan mudah. Bayangkan ketika para pejuan bertaruh nyawa untuk pemperjuangkannya dahulu. Jika saat ini tugas kita hanya menjaganya saja dengan lebih peka terhadap lingkungan yang akan kita warisi untuk anak dan cucu kita.
Saya rasa tidaklah sebanding jauh lebih mudah dari pada usaha yang dilakukan para pahlawan kita dahulu. Saya percaya dengan kepedulian dan kerja sama yang baik dengan semua pihak, masalah sampah ini akan teratasi dan kita akan memiliki Indonesia yang lebih baik, bersih dan sehat. Semoga kedepannya negara kita ini semakin berjaya, aamin!.
Mari, jaya Indonesiaku!