Barometernews.id | Aceh Barat, – Suatu hal yang perlu diapresiasi dan menarik sebenarnya, pementasan kesenian Aceh laga Rapai & Meusekat yang pada acara hajatan dalam kehidupan sosial masyarakat pencinta kesenian Aceh khususnya di kabupaten Aceh Barat, perhelatan tersebut sebenarnya sangat baik dalam rangka pelestarian budaya lokal yang perlu terus dipertahankan. Meulaboh, 16 Desember 2019
Tetapi pada saat ini tontonan pada perhelatan tersebut lantunan syair yang di sampaikan oleh masing-masing syeh pimpinan group kesenian baik rapai maupun sekat tidak lagi bernuansa edukatif atau mendidik, sebagaimana biasanya pada masa-masa terdahulu disaat pementasan tersebut digelar.
seperti menceritakan tentang sejarah dan pesan-pesan moral bagi generasi muda dalam konteks kearifan lokal Aceh yang kiranya dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan untuk masa yang akan datang.
Namun realitasnya justru yang terjadi pada saat berbalas-balas syair tersebut, masing-masing syeh acap kali contens syairnya diduga berpotensi melanggar norma, asas, dan nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Aceh seperti misalnya, kesusilaan, primodialisme, bahkan ada yang diduga ujaran kebencian, disamping itu juga masing-masing group tersebut berbeda jenis yaitu rapai laki-laki sedangkan meusekat adalah perempuan.
Jadi makin tidak elok dalam konteks pementasan budaya. Terkait dengan peristiwa ini, menjadi pertanyaan, Apakah budaya Aceh seperti itu? tentu jawabanya tidak.
Apalagi kehidupan masyarakat Aceh tidak lepas dari syariat Islam. Berkaitan dengan seringnya terjadi peristiwa tersebut, diharapkan kepada lembaga berwenang seperti pemerintah daerah yaitu dinas terkait.
Dewan Kesenian Aceh (DKA) dan Mejalis Adat Aceh (MAA) kabupaten Aceh Barat agar perlu memikirkan dibuatnya sebuah pengaturan hukum tentang fenomena tersebut agar dimasa yang akan datang tidak terjadi lagi, apakah dalam bentuk qanun kabupaten ataupun peraturan perundang-undangan dalam bentuk lainnya, sehingga dimasa yang akan datang tidak terjadi lagi.
“Karena sesungguhnya fungsi hukum itu adalah untuk mengatur, kemudian untuk menertibkan dan sebagai instrument untuk menyelesaikan sengketa jika terjadi terkait dengan objek hukum tersebut.” sebut M. Yunus Bidin, SH,. MH, Akademisi Universitas Teuku Umar/ Dosen Prodi Ilmu Hukum. (Red/MYD)