Oleh Hamdani
Dosen Poltek Kuta Raja, Banda Aceh.
Pertanyaannya besar adalah masihkah umat Islam menjalankan ajaran Nabi Muhammad Saw tentang prinsip persaudaraan Islam? Bukan hanya umat muslim di dunia, terlebih umat Islam Indonesia. Wabil khusus ureung (orang) Aceh.
Mengapa pertanyaan itu penting. Ada beberapa alasan. Pertama, Islam mengajarkan bagaimana syariat persaudaraan Islam yang menganut prinsip satu tubuh. Dimana bila satu bagian mengalami sakit maka bagian lainnya ikut merasakan sakit pula.
Kedua, jumlah muslim dunia kedua terbesar. Populasi umat Islam tidak sedikit, bahkan mendekati lebih besar dari jumlah umat Kristen. Sejatinya umat Islam hari ini lebih kuat dari masa Rasulullah karena jumlahnya lebih besar. Karenanya dapat mengambil peran penting.
Ketiga, Negara Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga sangat aneh bila Indonesia sampai detik ini masih diam saja melihat penderitaan yang dialami oleh saudara muslim Uighur. Tidak ada pernyataan sikap resmi negara dalam mengambil posisi terhadap kebiadaban China terhadap umat minoritas di negara Komunis tersebut.
Sikap bungkam pemerintah Indonesia atas dugaan tindakan kekerasan dan kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah China menjadi pertanyaan besar umat Islam. Ada apa dengan Jokowi?
Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mensinyalir sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang hingga kini masih ‘bungkam’ atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang berkaitan dengan urusan ekonomi. Sebagaimana dilaporkan oleh CNN Indonesia (21/12/2019).
Menurut analisis IPAC salah satu faktor utama adalah dugaan ketergantungan Indonesia terhadap modal dari China yang cukup besar. China saat ini menjadi mitra dagang terbesar negara ini juga investor kedua paling tinggi di Indonesia.
Bila alasan tersebut benar, maka celakalah Indonesia. Demi kepentingan ekonomi penguasa, lalu menutup mata terhadap tragedi kemanusiaan entik Uighur.
Padahal negara ini merupakan negara yang menganut prinsip politik luar negeri bersifat bebas aktif. Artinya Indonesia bukan negara blok tertentu atau bersifat nonblok. Mestinya pemerintah wajib melakukan pernyataan sikap kritis terhadap umat minoritas Uighur. Tidak diam seribu bahasa melihat tindakan brutal China terhadap kejahatan tersebut.
Laporan kelompok pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM), Amnesty International, pada September 2018 melaporkan pemerintah China menahan sekitar 1 juta orang etnis minoritas tersebut di penampungan layaknya kamp konsentrasi.
Rasanya sudah saatnya umat muslim dunia bergerak menunjukkan keberpihakan kita terhadap saudara seiman yang sedang ditimpa musibah dari penguasa dhalim China. Layaknya Presiden Turki, Erdogan secara vokal mengkritik dan melakukan protes terhadap pemerintah China atas kebijakan buruk mereka terhadap Uighur.
Umat Muslim Indonesia dan Aceh khususnya perlu merespon dengan keras. Mendorong Presiden Jokowi untuk berani bersikap keras dan tegas agar tidak tersandera karena kepentingan ekonomi China. Jokowi perlu membuka mata dan hati melihat penindasan terhadap manusia apalagi disana terdapat anak-anak dan bayi yang menjadi korban.
Perlu juga dicamkan bahwa nilai kemanusiaan itu lebih tinggi dan mahal harganya dibandingkan kepentingan ekonomi yang hanya bersifat sementara. Ini sungguh satu persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian Presiden. Ataukah Jokowi seorang pengecut menghadapi China?
Sementara China telah berusaha keras untuk menutup-nutupi peristiwa ini dari pantauan internasional. Bahkan mereka mengalihkan isu penganiayaan dan pembunuhan secara sistematis etnik Uighur menjadi isu pemberontakan. Atas dasar itu pemerintah China beralasan internasional tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri mereka.
Sebagai muslim, saya secara pribadi pun sangat menyesalkan pemerintah Indonesia yang sangat lamban merespon masalah Uighur. Percuma banyak ormas Islam namun menutup mata saat dibutuhkan oleh umat Islam di dunia. Pemerintah dan ormas seperti setali tiga uang, saling diam dan membisu. Apa karena Wapresnya dari Nahdatul Ulama (NU) atau karena PP Muhammadiyah sudah tidak ada lagi?
Akhirnya saya pun berharap pada sekelompok umat Islam yang masih punya hati dan peduli pada saudaranya untuk bersuara dan berteriak kencang. Seperti PKS, FPI, Mahasiswa Islam, dan komponen masyarakat sipil untuk mengambil peran strategis dalam membela hak-hak masyarakat Uighur.
Termasuk MPU Aceh dan para santri dan pengurus dayah agar bergerak meminta pemerintah Aceh untuk membuat pernyataan sikap atas perilaku brutal penguasa dan militer China yang telah melakukan penyiksaan berat terhadap umat Islam Uighur. Jika tidak maka nasib orang Islam di dunia akan mengalami hal yang sama. Selalu menjadi sasaran dan korban yang berdalih agama. (*)