Perbaikan Dini Demi Indonesia Bebas Sampah Plastik

Foto : Arsyiva Putri Azhari

(Indonesia Darurat Sampah Plastik)

Oleh : Arsyiva Putri Azhari

Bacaan Lainnya

Siswi Kelas XII IPA, Sekolah Sukma Bangsa Bireuen.

Sebutan tersebut adalah hal yang tepat untuk menggambarkan kondisi lingkungan di Indonesia dan sebagai tamparan keras kepada masyarakat terhadap kondisi bangsa ini. Berdasarkan studi yang dirilis oleh McKinsey and Co. dan Ocean Conservancy, Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik nomor dua di dunia setelah Cina. Hal ini dipengaruhi oleh barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Plastik yang mulai digunakan sekitar 50 tahun yang silam, kini telah menjadi barang yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Diperkirakan ada 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun.

Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang. Namun, dibutuhkan waktu hingga 100 sampai 500 tahun untuk dapat terurai dengan sempurna.

Salah satu hal yang menjadi perhatian saat ini adalah sampah pembalut sekali pakai. Sebagian besar penyumbang sampah plastik sekali pakai berasal dari sampah pembalut. Bayangkan dalam satu hari seorang wanita dapat menghabiskan 4 lembar pembalut sekali pakai dan rata-rata lamanya masa menstruasi wanita yaitu selama 6 hari, jika dikalikan hasilnya 24.

Belum lagi jika dikalikan dengan jumlah wanita di Indonesia saat ini kurang lebih mencapai angka 118.048.783 jiwa sama dengan 2.360.975.660 lembar sampah pembalut sekali pakai setiap bulan atau 26.233.063 gram tiap hari atau setara dengan 26 ton setiap hari.

Bagaimana jika kondisi ini terus terus terjadi hingga 5,10, atau bahkan 15 tahun ke depan. Pembalut terbuat dari bahan yang sulit terurai bahkan membutuhkan waktu 500-800 tahun untuk bisa hancur, tentu hal ini akan semakin mengganggu.

Ditambah lagi jika sampah-sampah plastik ini dibakar maka akan mencemari udara akibat dioksin yang dihasilkan dari proses pembakaran. Selain itu, pembakaran sampah plastik menyebabkan tipisnya lapisan ozon sehingga semakin memicu terjadinya pemanasan global.

Jika dibakar volume atau jumlah sampah plastik akan berkurang jauh, tetapi malah akan menambah produksi racun. Bukannya menyelesaikan masalah malah semakin memperburuk dampak plastik bagi lingkungan.

Plastik terbuat dari polychlorinated biphenyl (PCB) yang meskipun termakan oleh hewan tidak akan terurai dan akan menjadi racun sesuai dengan urutan rantai makanannya. Bayangkan jika hewan tersebut dimakan oleh manusia maka PCB akan ikut masuk kedalam dan meracuni tubuh.

Dewan Perwakilan Rakyat RI telah menciptakan aturan terkait pengelolaan sampah di Indonesia. Hal ini tercantum pada UUD No 18 Tahun 2008 Pasal 15  “Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam”.

Berdasarkan UUD No 18 Tahun 2008 Pasal 20 ayat 3 “Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.” Singkatnya setiap produsen dituntut untuk menggunakan bahan produksi yang dapat terurai hal ini demi menekan angka produksi sampah abadi di Indonesia.

Walau sudah ada aturan yang jelas tentang pengelolaan sampah, berbagai permasalahan tetap muncul di permukaan. Permasalahan tersebut terus berkembang menjadi permasalahan yang kompleks dan rumit. Permasalahan yang muncul saat ini adalah ketergantungannya masyarakat terhadap plastik.

Diketahui plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut.

Masih banyaknya produsen yang memproduksi produknya dengan menggunakan bahan produksi yang tidak bisa terurai. Ditambah lagi kurangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan produk yang ramah lingkungan.

Berbagai permasalahan yang muncul pada lingkungan hidup di Indonesia, parlemen memiliki peranan yang penting sebagai perwakilan rakyat dalam mengurangi jumlah sampah plastik yang dihasilkan sehingga hal tersebut dapat menggeser posisi Indonesia dari posisi kedua sebagai negara penghasil sampah plastik terbanyak. Berikut beberapa peran yang dapat dilakukan oleh parlemen :

Pertama. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan menggantinya dengan produk yang ramah lingkungan. Hal ini guna mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap plastik.

Pengurangan penggunaan plastik dapat dilakukan dengan membudayakan gaya hidup zero waste. Sosialisasi pun perlu dilakukan dengan cara bekerja sama dengan berbagai sekolah untuk menyuarakan pentingnya pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai kepada generasi penerus bangsa.

Di zaman yang modern ini sosialisasi pun dapat dilakukan melalui media sosial dengan cara mengajak influencer dan selebgram untuk sama-sama menyuarakan pentingnya gaya hidup zero waste. Salah satu produk ramah lingkungan yang patut disosialisasikan kepada masyarakat yaitu menstrual cup, mengingat banyak masyarakat Indonesia khususnya wanita yang tidak tahu tentang produk ini.

Menstrual cup adalah corong menstruasi yang terbuat dari silikon berfungsi menampung darah menstruasi. Tentunya produk ini dapat mengurangi sampah pembalut yang dihasilkan oleh wanita Indonesia dikarenakan dapat digunakan berulang kali hingga 10 tahun apabila dijaga dengan baik.

DPR dapat bekerja sama dengan puskesmas-puskesmas daerah agar sosialisasi mengenai produk ramah lingkungan ini dapat tersampaikan kepada setiap lapisan masyarakat mulai dari tingkat kelurahan hingga kota. Apabila semua wanita di Indonesia beralih dari pembalut ke menstrual cup maka akan mengurangi 26 ton sampah pembalut di Indonesia.

Kedua. Kebijakan di aspek legislasi yaitu membuat peraturan tegas tentang pengelolaan sampah dan lingkungan hidup. DPR sebagai pembuat UUD dapat merevisi dan menegaskan UUD No 18 tahun 2008. Salah satu hal yang perlu ditegaskan yaitu terkait pelaku usaha. Setiap pelaku usaha harus membuat produk yang sekurang-kurangnya mengandungan 60% organik dan 40% non-organik, apabila terbukti bersalah dan melanggar maka pelaku usaha tersebut berupa teguran dan pencabutan izin usaha.

Indonesia membutuhkan kebijakan yang tidak hanya menekan masyarakat, tetapi juga membatasi produsen dalam menghasilkan produk yang tidak ramah lingkungan karena jika suatu kebijakan hanya menekan masyarakat agar menggunakan produk yang ramah lingkungan, tetapi produsen terus memproduksi produk yang tidak ramah lingkungan maka secara terpaksa masyarakat akan tetap menggunakan produk tersebut.

Ketiga, Aspek pengawasan yaitu mengawasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH). KLHK merupakan Kementerian yang bertugas dalam pengelolaan sampah, limbah, dan berbagai tugas lainnya. Sudah sapatutnya tugas KLHK dan BLH diawasi agar pengelolaan sampah di Indonesia berjalan dengan baik dan Selain itu, DPR sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan harus mengawasi pelaksanaan kebijakan yang dimuat dalam perundang-undangan agar berjalan dengan baik.

Keempat. Aspek anggaran yaitu dengan menganggarkan APBN untuk mendukung generasi muda di Indonesia dalam mengembangkan dan berinovasi dalam menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Harapannya fungsi anggaran yang dimiliki DPR dapat mendukung berbagai inovasi di Indonesia demi Indonesia bebas plastik.

Jika Indonesia ingin benar-benar terbebas dari sampah terutama yang terbuat dari plastik. Indonesia membutuhkan peran penting berbagai pihak terutama DPR sebagai perwakilan rakyat tentunya sudah membuat berbagai kebijakan yang sejalam demi Indonesia bebas sampah plastik.

Tidak hanya DPR, pemerintah daerah mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, dan kota juga dibutuhkan perannya dalam menanggulangi masalah darurat sampah plastik karena untuk menanggulangi masalah sampah plastik ini, penting semua pihak ikut terlibat. Oleh sebab itu, dibutuhkan perbaikan sedini mungkin demi Indonesia bebas sampah plastik. Semoga!

Pos terkait