PKH Dalam Dimensi Spritual Syawal : Mengapa Dikelabui ?

Oleh : Karyadi el-Mahfudz, S.Th.I, M.A

Ibadah yang dilakukan seorang muslim tak lantas membuat kepribadian penuh ketaatan, atau dihinggapi sifat-sifat kemalaikatann, nampak kentara dalam implementasi kehidupan. Sebut saja program PKH ; Program Keluarga Harapan yang kelahirannya mulai bulan Juli 2007 dilaunching secara resmi oleh Menteri Sosial dan Pemerintah Daerah pada tanggal 25 Juli 2007 di Gorontalo.

Bacaan Lainnya
Foto Dokumentasi

Pada tahap awal, program tersebut akan dilaksanakan di 7 provinsi dengan melibatkan 500.000 rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang akan mendapat dana bantuan dari pemerintah antara Rp.600.000 sampai Rp.2,2 juta per tahun selama 6 tahun. Kini banyak oknum bermain-main atas bantuan yang memang bukan haknya. Meski ditengah pandemi covid-19 seakan tak bergeming untuk melakukan melanggar hukum dan tak takut akan dosa meski pasca Ramadhan sekalipun.

Allah SWT sangat sayang sama kita dan sudah mengingatkan,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya, “Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui,” (Al-Baqarah ayat 188).

Tidak hanya sikap kita dalam menjalani kehidupan agar dijauhkan dari perbuatan melampaui batas, keimanan yang selama ini kita pegang pun selalu disebut, selalu mawasdiri sebagaimana Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS: An-Nisaa Ayat: 29).

Dan dalam firman-Nya yang lain,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah | Ayat: 168).

Jadi apa tidak cukup peringatan Allah kepada kita dalam menata duniawi terutama urusan perut, kita diajarkan mencari rizki dengan cara yang halal bukan dengan cara yang batil, apakah kita tega menafkahi keluarga kita dengan ‘uang’ yang engga jelas, atau dengan cara manipulasi, dan mengambil hak orang lain atau bahkan hak saudara-saudara kita, sadar wahai sahabat, masih banyak rizki yang halal lagi baik.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan” (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Yang ke 4 urusan maisah keduniawian kita akan dipertanyakan, tentu sahabat semua yang punya jawaban atas harta yang selama ini diperolehnya, apa masih mau kita menjemput rizki dengan cara kotor ? Sungguh betapa meruginya kita.

Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Tidak terasa, kita telah menuju pergeseran pola hidup sehat di masa pandemi covid-19, menuju kehidupan New Normal, sejatinya ini momentum kita untuk mempermudah urusan tata kelola PKH atau sederetan bantuan di musim terdampak covid-19, ingat ketika kita dalam kondisi fitri atau bersih laksana kertas putih mengapa harus kita torehkan perbuatan-perbuatan yang tak elok dengan budaya ketimuran kita. Waktu berjalan terasa sangat cepat. Jatah umur kita semakin menipis. Ajal kita semakin dekat. Maut ibarat pedang terhunus yang setiap saat bisa saja menebas batang leher kita. Kita tidak tahu kapan kita meninggalkan dunia yang fana’ ini. Kita juga tidak tahu di mana kita akan mengakhiri hayat kita. Sementara tabiat kita jauh dari kata ikhsan bahkan prilaku kita tidak mencerminkan kebijaksanaan, jadi apakah masih hati kita dipenuhi prilaku tidak terpuji ? Kemanakah predikat muttaqin yang sudah susah payah kita upayakan satu bulan penuh ? Sepiritualitas harus dirawat dengan apik dan menghujam, bukan ?

Pos terkait