Oleh: Karyadi el-Mahfudz, S.Th.I, MA
LTM NU Jawa Barat
Satu tahun ada dua belas bulan Allah SWT menciptakan perputaran waktu yang terukur untuk kelangsungan kehidupan manusia di alam jagad raya ini, begitu indah dan apik tatanan yang Allah SWT susun bagi kita bermukim di bumi yang kala Rasulullah SAW beris’ra dan bermi’raj bumi sudah tua, jika ditarik pada zaman sekarang maka sudah dapat dipastikan bumi kian renta, maka tatanan penuh kesempurnaan yang Allah SWT ciptakan harus dijadikan oleh manusia berkontemplasi mencari hakikat dari ketenangan jiwa yang hakiki.
Pencarian itu pun sampai pada tiga bulan yang fenomenal yaitu bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan, dimana di bulan Rajab ada peristiwa is’ra dan mi’raj baginda Rasulullah SAW yang diimplementasikan melalui ibadah solat 5 waktu sehari semalam. Pertanyaan yang menjadi perang bathin berulang-ulang adalah bagaimana dengan shalat yang sudah kita lakukan ? Apakah bernilai pahala atau sebaliknya hanya ‘life service’ dimata manusia sekedar menggugurkan kewajiban status sebagai seorang hamba ? Dimana solat yang selama ini kita lakukan jauh dari kata ‘khusyu’ bahkan cenderung ambyar.
Andai pun sudah khusyu salatnya, bagaimana kemudian korelasi salat dengan kadar kesalehan sosial seseorang, tegak lurus atau berbanding terbalik, sejauh mana nilai-nilai salat menghujam dalam relung hati tatkala meleburkan diri larut dalam munajat yang kita kenal dengan ‘hablumminallah’, baru bersambung dengan sesama manusia atau ‘hablumminannas,’ disini naluri ‘basyariyah’ atau kemanusiaan kita terkoyak oleh kepentingan terselubung, saling menghujat, mengumpat antar sesama anak bangsa yang seharusnya menjadi teladan bagi generasi-generasi penerus yang lebih bermartabat. Padahal Syekh Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah berkata “Bulan Rajab saatnya menanam. bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”
Lalu seberapa banyak amalan yang kita tanam dibulan Rajab ? Yang tanpa kita sadari lebih hebat petani timun suri yang mampu mengejawantahkan makna menanam betul secara dzahir, seakan terkondisikan dengan insting yang mengakar, bahkan di bulan Sya’ban benar-benar menyirami tanaman, menjaga dan merawat dari tanaman pengganggu.
Hasilnya tentu dapat dipastikan Ramadhan tiba budidaya timun suri dapan dipanen sampai berkali-kali, bahkan menghiasi di sepanjang ‘ngabuburit’ kala buka menjelang. Kita disini sudah kalah beberapa langkah dengan petani yang begitu sigapnya memasuki bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan, beruntung dihadapan kita masih ada bulan Sya’ban maka kita jemput dengan ‘malam Nisfu Sya’ban’ sangat dianjurkan membaca Surah Yasin sebanyak tiga kali, pertama dibaca untuk memohon panjang umur agar keta’atan dan ketaqwa’an serta istiqomah kepada Allah Ta’ala, artinya kita harus mampu memahami pentingnya waktu usia kita yang tak membiarkan berlalu tanpa makna, bagaimana nikmat umur panjang syarat makna bagi ubudiyah kita, tanpa sia-sia belaka, apalah arti penyesalan diujung senja.
Yasin ke dua dibaca untuk memohon di luaskan rezeqi yang halal dan menolak bala artinya disadari atau pun tidak manusia tidak akan pernah merasa puas sebelum kematian menghampiri, belanjakan dengan bijak harta yang kita miliki untuk mempermudah hisab kita diakhirat, hisab orang miskin lebih cepat daripada orang kaya, dan semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya. Yasin ke tiga dibaca untuk memohon ditetapkannya Iman Islam hingga Akhir hayat, adalah kenikmatan terindah jika kita dipanggil oleh Allah SWT untuk masuk surganya, indah bukan.
Memasuki bulan Ramadhan kita benar-benar fokus ibadah, jika di tradisi pesantren antusias puasa Ramadhan sebagai ajang ‘ngaji pasaran’ artinya mengkaji berbagai kitab dalam satu bulan khatam, maka diluar tradisi pesantren kita mampu rajin salat tarawih dan hadir di kuliah subuh. Pastinya jangan jadikan Ramadhan tahun ini sama dengan tahun lalu, melainkan lebih bermakna dan berkualitas.
Rengkuh catan-catatan amaliah yang kita retas dengan bijak, jangan biarkan catatan amaliah kita masuk dalam ‘sijjin’ yang merupakan kitab yang mencatat segala perbuatan orang-orang durhaka, melainkan terukir indah dalam ‘illiyyin’ yaitu kitab yang mencatat segala perbuatan orang-orang yang berbakti, yang disaksikan malaikat-malaikat yang didekatkan kepada Allah SWT pastinya ini yang kita harapkan, bukan. []