Resesi di Amerika Serikat dan Bagaimana Dampaknya Ekonomi Indonesia?

DR. Basuki Ranto

Oleh: DR. Basuki Ranto

Dosen Pascasarjana Universitas Suropati

Bacaan Lainnya

Ekonomi Amerika Serikat (AS) memasuki resesi teknis setelah perekonomiannya mengalami kontraksi 0,9% pada kuartal kedua. Secara kriteria saat ini Amerika Serikat (AS) telah masuk resesi. Hal tersebut ditunjukkan dalam dua triwulan berturut-turut dalam tahun yang sama (2022) AS mencatatkan pertumbuhan yang negatif (kontraksi) masing-masing pada triwulan pertama 2022 Produk Domestic Brutto (PDB) AS negatif 1,6% (yoy) dan triwulan kedua tahun yang sama tercatat pertumbuhan PDB AS negatif atau kkntrakai 0,9% secara yoy.

Dilansir dari CNBC Indonesia menyebutkan, Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juni kembali melejit. Indeks Harga Konsumen (CPI/IHK) tercatat 9,1% secara tahunan (year on year/yoy) dalam pengumuman Rabu (13/7/2022) pagi waktu setempat.

Ini menjadi yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Angka itu juga jauh di atas perkiraan sejumlah ekonom yang dikumpulkan media dan lembaga, seperti Dow Jones, 8,8%.

“Pembeli membayar harga yang lebih tinggi secara tajam untuk berbagai barang pada bulan Juni karena inflasi terus menahan perlambatan ekonomi AS,” Ungkap Kepala Biro Statistik Tenaga Kerja dalam pengumumannya.

Secara basis bulanan, IHK utama naik 1,3% sementara IHK inti naik 0,7%. Kenaikan utamanya karena harga bahan bakar yang melambung hingga US$ 5 per galon (sekitar 4,5 liter).

Bursa saham AS (Wall Street) sudah jeblok dua digit persentase akibat kecemasan akan resesi tersebut. Warga Amerika Serikat juga merasa resesi sudah terjadi saat ini.

Terkait dengan kondisi tersebut Bank sentral AS (The Fed) agresif menaikkan suku bunga. Hingga Juni lalu, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% – 1,75%. Hal ini digunakan untuk meredam dan mengendalikan inflasi agar tidak memperparah kondisi ekonomi di AS.

Dengan suku bunga tinggi, kredit akan seret, ekspansi dunia usaha juga akan melambat, begitu juga dengan belanja konsumen yang akan semakin tertekan.

Hal lain yang mempengaruhi adalah adanya Perang di Eropa juga akan berdampak tidak saja Amerika Serikat akan tetapi keseluruh dunia.

Dampak kepada Perekonomian Indonesia Akibat resesi di Amerika Serikat tentu akan membawa dampak terhadap perekonomian Indonesia mengingat terdapat hubungan perdagangan dan investasi dengan Amerika Serikat.

Sebagaimana kita maklumi bahwa Amerika Serikat dan Cina merupakan tujuan eksport Non migas, sehingga dengan inflasi yang tinggi maka AS akan memperketat konsumsi termasuk pemenuhan barang import.

Dilansir dari katadata menyebutkan bahwa total nilai ekspor Indonesia ke AS sepanjang Januari-Mei 2022 mencapai US$ 12,3 miliar. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia pada bulan Juni mencapai 18,55 miliar dollar AS. Secara bulanan, ekspor naik 9,52 persen dibanding bulan Mei 2021 dan secara tahunan naik 54,46 persen dibanding Juni 2020.

Ekspor RI ke AS naik secara nominal dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 9,39 miliar, maupun pada 2020 dengan US$ 7,21 miliar. Tetapi secara persentase terhadap total ekspor RI justru turun dari 11,2% pada 2020, menjadi 11,1% pada tahun lalu, kemudian 10,7% tahun ini. Selain itu, ketergantungan atas investasi dari AS juga terus turun. Sejak awal milenium ini, aliran investasi ke dalam negeri mulai beralih ke negara di Asia, terutama dari Cina, Korea Selatan, Jepang, dan India.

Dalam suatu kesempatan memberikan sambutan Diesnatalis ke 7 di STAN, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan dengan masuknya resesi di AS, Indonesia juga harus menghadapi tantangan pertumbuhan ekonomi Cina negatif sebagai pengaruh resesi di AS. Tensi geopolitik Rusia dengan Ukraine yang meninggi juga menjadi sebuah tantangan karena mengakibatkan gejolak harga didunia yang akan terkait pula dengan akan timbul krisis pangan dan energi.

Hal tersebut tak dapat dihindari mengingat Rusia sebagai penghasil energi terbesar didunia. Sementara  Ukriana sebagai penghasil pangan terbesar dunia termasuk juga penghasil pupuk.

Hal ini yang akan menjadi tantangan Indonesia karena untuk energi dan pangan masih membutuhkan dari dua negara tersebut. Dua hal ini pula yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo ketika melakukan kunjungan ke Rusia dan Ukraina sebagai negara produsen energi dan pangan serta pupuk dunia untuk tetap terjamin supplainya ke Indonesia.

Resesi di AS yang terjadi sekarang ini  memiliki dampak luas terhadap perekonomian. Bukan hanya itu, Indonesia juga harus menghadapi berbagai tantangan dari pertumbuhan ekonomi Cina yang negatif serta tensi geopolitik Rusia-Ukraina memperparah gejolak harga di seluruh dunia diantaranya akan berdampak krisis pangan, energi terjadi.

Ekonomi Indonesia juga terdampak karena inflasi tinggi yang terjadi di AS, Eropa, dan Inggris saat ini. Hal tersebut membuat bank sentral negara-negara itu mengetatkan likuiditas dan tentu meningkatkan suku bunga.

Ketika terjadi kenaikan suku bunga dan likuiditas cukup kencang, maka pelemahan ekonomi global terjadi. Pelemahan ekonomi global mulai terlihat di AS dan China, yang menjadi mitra dagang Indonesia.

AS, RRT, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun. Inilah yang menjadi kekhawatiran kita terkait dengan akan menurunnya permintaan Eksport ke negara-negara tersebut yang diakibatkan adanya resesi di AS.

Namun demikian  Sri Mulyani masih tidak terlalu khawatir karena capaian ekonomi Indonesia terbilang tangguh. Tercatat APBN Surplus di bulan Juni sebesar Rp 73,6 triliun atau 0,39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga bisa dikatakan situasi masih cair dan dinamis. Namun berbagai kemungkinan bisa terjadi dengan kenaikan suku bunga, capital outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging, termasuk Indonesia, dan bisa mempengaruhi nilai tukar, suku bunga, dan inflasi di Indonesia.

Kesimpulan

Dari uraian yang sudah disampaikan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Pertama : Secara definisi, AS sudah masuk ke dalam resesi dengan mencatatkan pertumbuhan negatif dua kali berturut-turut selama dua kuartal di tahun yang sama. Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal II-2022 kontraksi atau negatif 0,9% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pada kuartal I-2022 yoy, pertumbuhan pun tercatat negatif sebesar 1,6%.

Kedua : Untuk China pada kuartal II-2022, pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan 0,4% dari pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 2,5%. Pertumbuhan itu di bawah prediksi pasar 5,5%.

Ketiga : Ekonomi yang melemah di dua negara tersebut membuat Pemerintah harus waspada karena akan berdampak terhadap permintaan eksport akan turun dan harga komoditas juga akan turun sehingga neraca perdagangan akan terganggu.

Keempat : Akibat resesi AS akan berpengaruh keseluruh dunia sehingga inflasi akan meningkat ke negara-negara di dunia.

Kelima : Resesi AS dikhawatirkan nilai eksport ke AS dan Cina untuk non migas akan turun disebabkan berkurangnya permintaan, sehingga akan mengganggu Neraca Perdagangan yang bisa defisit, sehingga harus diantisipasi dengan cerdas baik dengan mengurangi import dan mencari alternatif eksport komoditas lainnya.

Keenam : Indonesia akan dihadapkan kepada tantangan besar akibat perang Rusia – Ukraina plus resesi di AS yaitu kelangkaan pangan, energi dan pupuk sehingga diperlukan langkah-langkah alternatif.

Ketujuh : Capaian ekonomi Indonesi masih cukup tangguh yang ditandai dengan APBN masih tercatat surplus 0,39% atau Rp. 73,6 triliun terhadap BDP di bulan Juni 2022. Semua pasti berharap bahwa segala kekhawatiran atas dampak resesi AS terhadap perekonomian Indonesia dan semua tantangan dapat dihadapi dengan strategi yang bijak sehingga Indonesia tidak akan resesi berulang setelah resesi akibat pandemi covid 19 (02082022@br). [jbm]

Pos terkait