Selain Corona, Tugas Kuliah Juga Turut Membunuh

Foto Rahmi Fadilah

Oleh Oleh : Rahmi Fadhilah

Mahasiswi Jurusan Statistika Fakultas MIPA Unsyiah

Bacaan Lainnya

Awal Desember 2019, kota Wuhan dihebohkan dengan kemunculan pertama kasus COVID-19 atau lebih familiar dengan sebutan Virus Corona. Virus Corana mulai terdeteksi di Indonesia pertengahan bulan Maret 2020.

Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, saat mendampingi presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, mengumumkan 2 WNI, ibu dan anak, berada di rumah sakit karena terjangkit virus corona.

“Ibu itu di Indonesia. Sudah di rumah sakit. Saya sampaikan bahwa yang (WN) Jepang bertemu dengan anaknya ibu yang umur 31 tahun dan ibunya 64 tahun itu ada di Indonesia,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin(2/3/2020).

Sedikit demi sedikit virus tersebut semakin menyebar di sejumlah Provinsi di Indonesia dan menelan banyak korban jiwa. Hingga sampai akhirnya virus tersebut pun menyebar ke provinsi tempatku menuntut ilmu, yakni ProvinsiAceh. Seiring berjalannya waktu, penyintas semakin hari semakin banyak.

Hal tersebut mendorong BNPB sejak Sabtu, 29 Februari 2020 melalui surat keputusan no 13 tahun 2020 tentang perpanjangan status keadaan darurat bencana, dimana salah satu isi surat edaran tersebut ialah menghimbau masyarakat agar tetap berada di rumah, dan tidak keluar rumah jika tidak ada hal yang mendesak ,yang bertujuan untuk memutus rantai penyebaran virus ini.

Oleh karena itu, pihak rektorat universitas Syiah Kuala pun mengeluarkan kebijakan berupa surat Edaran agar mahasiswa tidak perlu keluar rumah atau kosan, sehingga proses perkuliahanpun berganti dari yang awalnya kuliah tatap muka di kampus menjadi kuliah daring/dalam jaringan yang berbasis online.

Kuliah Daring

Disinilah permasalahan baru kembali muncul, perkuliahan daring yang awalnya berfungsi untuk mempermudah proses belajar mengajar secara jarak jauh malah melenceng jauh dari yang diharapkan.

Selama mengikuti perkuliahan jarak jauh, banyak diantara kami yang merasa bahwa kuliah daring ini membuat mental kami tertekan, alih-alih memberikan materi perkuliahan banyak dosen yang justru memberikan tugas perkuliahan lebih banyak dibandingkan perkuliahan biasanya selama ini.

Selain itu, ketiadaan koordinasi antar dosenpun membuat tugas yg dibebankan semakin menumpuk. Tugas yang semakin hari semakin banyak berbanding terbalik dengan materi yang didapat dari slide dosen termasuk materi baru dan belum pernah dipelajari sebelumnya.

Bahkan kesibukan mahasiswa yang terkuras oleh tugas membuat kami tidak sempat mengejar materi dan memahami materi-materi tersebut dengan baik, penyebabnya? Tidak lain dan tidak bukan ialah teror dari tugas tugas yang dibebankan secara tidak normal. Hal ini jelas membuat kami sangat terbeban.

“ Kita sebagai mahasiswa juga ketetekan. Bayangkan saja satu mata kuliah itu bisa ada dua sampai tiga dosen, dan mereka masing-masing memberikan tugas yang materinya belum pernah dipelajari sebelumnya apalagi materinya sangat sulit untuk dipahami jika tanpa penjelasan” keluh salah seorang teman dekat saya.

Buruknya sinyalpun sering menjadi kendala, dikarenakan tidak semua mahasiwa yang tinggal di daerah yang cukup sinyalnya bahkan menurut informasi yang beredar, ada beberapa kawan harus menaiki bukit untuk memperoleh sinyal agar bisa mengikuti perkembangan perkuliahan, atau hanya sebatas mengirim tugas.

Belum lagi penggunaan kouta internet yang sangat banyak untuk mengunduh dan menggunakan aplikasi pendukung perkuliahan. Nah!

Pos terkait