Barometernews.id | Banda Aceh – Universitas Syiah Kuala melalui Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) akan menggelar kegiatan Muzakarah Kebencanaan Cendekiawan Muslim I yang mengambil tema “Membangun Ikhtiar Menuju Aceh Sadar Bencana”. Muzakarah ini dilaksanakan di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Rabu (18/12/2019).
Kegiatan ini direncanakan berlangsung setengah hari yang terdiri atas sesi panel dengan menghadirkan pembicara dari unsur pemerintah, ulama, dan akademisi. Dari unsur pemerintah akan menghadirkan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang akan menyampaikan topik “Peran dan Komitmen Pemerintah dalam Membangun Aceh Sadar Bencana”.

topik dan tema kehiatan ini “Mewujudkan Kebijakan dan Strategi Pemerintah dalam Pengurangan Risiko Bencana berbasis Keilmuan, Teknologi, Agama dan Budaya”.
Sementara dari unsur ulama akan menghadirkan Prof. Yusni Sabi dari UIN Ar-Raniry yang akan mengupas Diskursus Bencana dalam Islam (Teologi Bencana), sedangkan Abu Mudi/Teungku Haji Hasanoel Bashry, Pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga menyampaikan topik Peran Dayah dan Pesantren dalam Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana; Tengku H. Faisal Ali, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama, MPU Aceh Peran Ulama dalam Pengarusutamaan Ikhtiar Pengurangan Risiko Bencana pada Kebijakan Pembangunan Aceh.
Dari unsur akademisi menghadirkan Prof. Dr. Samsul Rizal M.Eng, Rektor Universitas Syiah Kuala yang akan menyampaikan topik berkenaan bagaimana Membangun Ikhtiar Pengurangan Risiko Bencana melalui Pendekatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Panitia kegiatan, Dr. Alfi Rahman, M.Si mengatakan, dalam forum ini akan dirumuskan rekomendasi bagaimana upaya sinergisitas strategi Pengurangan Risiko Bencana di antara pihak-pihak terkait.
“Ini merupakan rangkaian kegiatan dalam memperingati 15 tahun tsunami Aceh. Di antara latar belakang dari kegiatan ini adalah pembelajaran dari pengalaman mental dan spiritual masyarakat Aceh dinilai selaras dengan upaya pemulihan pascabencana sebagaimana yang ditunjukan pada pascatsunami 2004,” ujar Alfi Rahman. (17/12/2019).
Hal ini kata Alfi, dapat dilihat dari proses bangkit dan penerimaan masyarakat Aceh terhadap bencana. Kemampuan tersebut tidak terlepas dari keberadaan pemuka agama dalam tatanan masyarakat Aceh. Keberadaan pemuka agama dalam berbagai urusan dan kepentingan strategis di dalam tatanan struktur dan sosial masyarakat Aceh terlihat sangat strategis. Pemuka agama memiliki “kekuatan” untuk didengarkan sekaligus menjadi “peta jalan” bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengambil berbagai keputusan dan tindakan.
Pascatsunami 2004 nilai-nilai agama yang kerap disampaikan melalui suara ulama berdampak secara signifikan untuk mempercepat proses pemulihan aspek sikap dan mental dalam menerima bencana.
“Sebagai contoh penanaman nilai-nilai tawakal pascabencana mencerminkan sikap menerima dengan ikhlas dampak agar tidak berlarut dalam kesedihan dan pulih serta bangkit dengan lebih cepat,” ujarnya.
Namun nilai-nilai positif pada tawakal ini belum sepenuhnya tercerminkan secara lebih sistematis dan komprehensif pada berbagai upaya PRB pra-bencana melalui sikap atau nilai “ikthiar” (prevention, mitigation, dan preperadness). Dengan mempertajam nilai-nilai ikhtiar untuk strategi Penanggulangan Bencana (PB) tersebut dan melakukan sinergisitas dengan lembaga-lembaga terkait (pemerintah, LSM, private sectors, dll) dipercaya akan memberikan kontribusi untuk mewujudkan masyarakat yang berketahanan bencana.
Memasuki tahun ke 15 peringatan tsunami Aceh, maka diperlukan sinergisitas antara berbagai pihak. Aceh dengan kekhususan yang dimilikinya diharapkan mampu memformulasikan sinergisitas antara cendekiawan muslim. Sinergisitas tersebut dapat berupa dukungan melalui rekomedasi tentang pentingnya memastikan masyarakat lebih baik, lebih selamat, dan berketahanan dalam menghadapi kemungkinan bencana di masa depan. [Red/Ihan/AcehTrend. Com]