Terlena dengan Nikmat

Foto Dokumentasi

Oleh: Mahfud Hidayat

Penulis adalah Khuwaidim Pengurus MUI Kota Bogor Komisi Pendidikan dan Kaderisasi

Bacaan Lainnya

Kenikmatan adalah suatu yang diinginkan. Ketika apa yang kita harapkan itu terwujud, maka terasa nikmat. Lawannya adalah penderitaan. Sehingga kenikmatan itu harus disyukuri, sebab lepas dari penderitaan.

Namun saat kita mendapati nikmat, contoh sehat mata, misalnya tanpa menggunakan kacamata, kita tetap dapat melihat dengan jelas. Begitupula bagi yang berkacamata, ia mendapati nikmat saat melihat seseorang. Sayangnya kita lupa bahwa itu nikmat.

Masih beruntung jika kita masih menyadari sebuah kenikmatan lalu mensyukurinya. Berterimakasih kepada Maha Pemberi, Allah SWT, dengan cara beribadah yang ikhlas dan penuh syukur atas segala pemberian. Tetapi ada diantara kita yang mungkin lupa bahwa apa yang didapatinya dari Tuhan adalah anugerah. Ia terlena dengan gelimang nikmat. Tidak menyadari bahwa yang dialaminya adalah penuh nikmat. Mungkin hal itu karena terus membandingkan dengan kenikmatan orang lain yang di atasnya. Sehingga ia tidak merasakan nikmatnya sebagai sebuah kenikmatan. Ia baru menyadarinya saat Allah SWT mengurangi atau merenggut nikmat tersebut darinya. Telat memang, namun sejatinya hal itu menyadarkannya untuk bertobat. Mensyukuri apapun pemberianNya.

Di tempat lain ada diantaranya yang merasakan kemaksiatan sebagai sebuah kenikmatan. Ia merasa menderita saat tidak berdosa. Bahkan ia merasa tersiksa saat diajak untuk tobat dan taat. Jika kondisinya sudah demikan, harus segera diobati. Jangan sampai menunggu mati baru sadar diri. Na’udzu billah. [jbm]

Pos terkait