Oleh Marzuki H. Ahmad Cut
* Pujangga dan penikmat kopi di Krueng Geukueh
Yang datang Saat Dhuha…
Adalah Undangan Merah dari Serambi…
Dikemas Angin Malam dengan Liukan Erotisnya…
Tentang Desahan Jelang Akhir Tahun yang Bergelora.
Yang Datang Saat Dhuha…
Adalah Semaian dari kepicikan akal Budi…
Tertancap Keculasan Peradaban moral kita…
Hingga Samarlah Lentera Kebenaran.
Lalu Saat Mentari Sepenggal Naik…
Ringkih Menatap Bumi yang Murka…
Bergoyang rab-rab tanpa Irama…
Berguncang Liar dalam Geramnya.
Seketika Ketakutan Menyeruak…
Manusia Berlarian Tanpa Arah…
Berhamburan Merebut Lindungan-Nya..
.Sambil Mengulum Tasbih di Bibir Bergetar.
Saat Kepanikan Memuncak…
Dentuman di Dasar Samuderapun Mengerang…
Mengutus Gelombang Bagai Pasukan Naga yang Lapar…
Menerjang, Menghempas dan Menelan.
Saat Perlahan Prahara Mereda…
Malaikat Turun Menjemput Para syahidan…
Guna di Teletakan di Rimbun Firdaus.
Sementara Ribuan Lalat Menghitung Hujaman Luka…
Dan menukilnya di Telaga Air Mata…
Tentang Duka di Bumi Iskandar Muda.
Yang Datang Saat Dhuha…
Telah Menagih Kesadaran sampai ke Ubun ubun…
Tentang Semesta dan Penciptaannya…
Lalu Nikmat Tuhanmu yang manakah yang Kamu dustakan??.
Yang Datang Saat Dhuha…
Adalah Pekikan Komando untuk Merapatkan Shaf…Lalu Bersimpuh,
Menengadah Sambil Berkaca…
Menghitung Carut Marut di Wajah Kita.
Masjid Besar Bujang Salim, 27/12/2004
Ditulis satu hari setelah Tsunami yang meluluhlantakkan Aceh pada 2004 silam