Bucin (Buta Cinta) Tingkat Dewa Lelaki Paruh Baya

Foto Dokumentasi

Oleh: Misno

Cinta memang sulit untuk dicerna, bukan hanya untuk kalangan muda usia tapi juga pada kalangan paruh baya. Rasa suka dengan sesama sering sekali diklaim sebagai cinta, ditambah lagi dengan pesona raga dan taburan bumbu hawa. Maka jadilah buat cinta (bucin) yang juga mendera lelaki paruh baya, mungkin orang menyebutnya dengan puber kedua atau kelima.

Bacaan Lainnya

Inilah kisah seorang lelaki paruh baya yang sedang dimabuk rasa, untuk tidak menyebutnya dengan cinta. Karena sejujurnya mungkin memang bukan cinta, tapi rasa suka dengan sesama yang membuatnya merasa menemukan kembali rasa yang dulu pernah ada. Pesona raga yang membuatnya terlena ditambah dengan tanggapan yang sama (menurutnya) membuat keduanya lena dalam rasa berbalut hawa.

Lelaki ini begitu menyukainya, hingga merasa inilah cinta sejatinya, rasa yang ada di dada betul-betul membuatnya selalu ingin dekat dengannya. Berkomunikasi dengan media whatsApp, telephon, video call hingga perjumpaan fisik yang berlanjut dengan sentuhan rasa di raga hingga ke sukma. Sulit diungkapkan dengan kata-kata, ketika dua insan ini terbawa dan hanyut dalam sungai hawa.

Apa hendak dikata, rasa itu telah membawa lelaki paruh baya dalam dunia penuh warna, walau harus juga dikata bahwa ini adalah sebuah bencana. Karena apa yang dia rasa adalah sikap alpha terhadap syariatNya. Akan lebih bersahaja ketika lelaki ini menikah (kembali) untuk menyalurkan rasa cintanya, ah… tapi apa kata dunia ketika lelaki separuh baya harus menikah pula? Tentu saja tidak perlu didengarkan kata dunia, karena melaksanakan yang halal itulah yang lebih utama.

Hingga tulisan ini dibuat lelaki ini masih terbawa dalam rasa “cinta” itu, usianya sudah menjelang empat lima kurang dua, tapi hawa dalam dirinya betul-betul berada di puncaknya. Rasa itu begitu membelenggu sukma, hingga setiap masa; pagi, siang, sore dan malam bayangan pujaannya selalu ada di pelupuk mata. Bahkan beberapa kali hadir dalam mimpi yang memang sangat diharapkannya.

Lelaki paruh baya ini sejatinya sadar, bahwa ini bukan rasa biasa tapi sebuah rasa di masa lalu yang terus terbawa hingga paruh baya. Rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata karena melibatkan raga dan sukma. Raga yang menemukan kehangatan dan rasa tiada tara, serta sukma yang menurutnya mendapatkan kenyamanan bersama orang yang disukainya. Setiap masa yang berlaku dalam hidupnya selalu mengingat orang yang dipuja, hingga buta cinta (bucin) yang biasa ada pada anak muda menghiasi hari-harinya. Entah sampai bila?

Mungkin rasa itu akan tetap ada, hingga di hujung nyawa, atau perlahan akan sirna bersamaan dengan bertambahnya usia. Jika memang demikian adanya, maka itu bukanlah cinta adanya, tapi hawa yang selalunya memuja pesona raga. Karena cinta haruslah didasarkan atas cinta karena Allah Ta’ala, bukan karena indahnya raga, atau rasa yang membuat manusia lupa. Mungkinkan lelaki separuh baya ini akan kuasa me-manaje rasanya? Atau hancur binasa bersama raga yang mulai tak berdaya.

Kita doakan bersama, semoga lelaki ini dapat menguasai rasanya, hingga dapat kembali ke jalan fitrahnya, atau mungkin akan mengarahkan rasa menjadi persahabatan dan persaudaraan yang diridhainya? Berat memang perjuangannya tapi Inshaallah akan diridhainya apabila ia bersungguh-sungguh dalam menahan rasa dengan menyalurkannya di jalan yang selaras dengan syariahNya. Semoga cinta lelaki paruh baya ini akan berakhir dengan bahagia, selalu dalam lindungan Allah Ta’ala hingga menyampaikannya ke dalam surgaNya… Semoga… pagi di Bogor, 06 April 2022. Ramadhan Mubaarok…[]

Pos terkait