“Makna dari SPPT-TI ini sangat penting, karenanya Bappenas dapat memahami sebenarnya untuk apa hukum ini, dan kami berharap kemewahan dalam SPPT-TI dengan data yang dimiliki Bappenas, bisa terbuka secara makro tentang bagaimana Indonesia dalam berhukum,” Jelas Ghufron.
Ghufron menambahkan, jangan sampai sebagai negara hukum yang semuanya diatur oleh hukum, ternyata hukumnya tidak membawa kepastian dan keadilan, dan melalui SPPT-TI ini diharapkan prosesnya menjadi lebih valid dan efisein berdasarkan data yang ada.
Kegiatan Audiensi turut dihadiri Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Plt. Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas Slamet Soedarsono, Plt. Direktur Politik, dan Komunikasi Bappenas Wariki Sutikno, Direktur Pembangunan Daerah Bappenas Mia Amalia, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Koord. Stranas PK KPK Zil Irvan Rusli, dan para peserta audiensi.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyampaikan mengenai aksi kebijakan satu peta, yang mempunyai tujuan satu referensi geospasial dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pemanfaatan ruang untuk usaha investasi dan pembangunan, dalam pelaksanannya difokuskan pada lima provinsi yaitu Riau, Kalteng, Kaltim, Sulbar, dan Papua.
“Berdasarkan data yang ada, salah satu permasalahan yang dihadapi adalah Penggunaan Kawasan Hutan (PKH), dimana beberapa permasalahnnya adalah masih minim dalam anggaran, kemudian integrasi Izin Lokasi (ILOK) Izin Usaha Perkebunan (IUP) berjalan lambat dikarenakan databasenya tidak terdokumentasi secara rapih sejak lama, serta kemampuan tenaga teknis Geographic Information System (GIS) di daerah sangat minim,” Terang Pahala.
Karenanya, diharapkan anggaran dalam Penggunaan Kawaan Hutan lebih diprioritaskan, karena kawasan hutan mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta kedaultana negara dan pertahanan keamanan negara. [BHM-KPK RI]