Oleh Muzakkir Syamaun
Adalah Guru Matematika SMAN Ulumul Quran Pidie, Peserta Pertukaran Guru Internasional Fulbrigh 2020 Indiana University of Pennselvania, USA dan Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Pidie, Aceh
Amerika Serikat adalah negara adi kuasa pada zaman ini, banyak hal yang menarik dan bahkan menjadi model bagi negara lain. Tidak salah jika para scholarship hunter (istilah untuk mereka yang selalu mencari beasiswa untuk melanjutkan kuliah) menjadikan negeri Paman Sam itu sebagai salah satu tujuan utama mereka dalam melanjutkan studinya, di samping itu sangat banyak program beasiswa yang ditawarkan bagi kita yang ingin melanjutkan studi ke Amerika.
Kampus terbaik dunia ini juga sebagian besar ada di Amerika, sehingga lengkap sudah alasan bagi setiap scholar untuk menjadikan Amerika sebagai tujuan melanjutkan pendidikannya, namun demikian sangat banyak halangan dan ketakutan bagi pemula untuk masuk ke negara ini dimulai dengan isu ketatnya pengeluaran visa walaupun visa pelajar, ketatnya di imigrasi masuk ke Amerika apapun bandara yang kita masuk, dan ketakutan kita seakan – akan masyarakat Amerika sangat anti dengan Islam.
Pertimbangan – pertimbangan ini menjadi alasan bagi sebagian orang untuk tidak memilih Amerika termasuk saya. Keungulan Pendidikan di Amerika telah dibuktikan oleh beberapa tokoh negara kita sebut saja Anies Baswedan, Sandiaga S Uno, Nadiem Makariem dan banyak tokoh – tokoh yang lain.
Saya telah melakukan banyak pencarian beasiswa sejak tamat S1 hingga sekarang disaat saya hendak melanjutkan studi S3 namun lagi – lagi Amerika bukan pilihan saya dengan standar yang saya miliki saat ini.
Namun Allah memiliki rencana lain bagi saya sejak awal tahun 2019 saya dipaksa kawan saya untuk mendaftar program pertukaran guru ke Amerika, dengan penuh keraguan namun saya keluarkan semua potensi yang saya miliki untuk mengisi aplikasi online yang ditawarkan oleh FULLBRIGHT, saya sadari bahwa Fullbright memiliki standar yang tinggi untuk memberikan beasiswa dan sangat ketat dalam seleksi.
Dengan dukungan semua kalangan Allah menjawab keraguan saya dan saya dinyatakan lulus pada tahap awal dan diundang untuk melakukan interview dan tes TOEFL di Jakarta, kembali keraguan menyelimuti saya untuk mengikuti tes ini, saya sadar banyak kekurangan yang masih saya miliki untuk bersanding dengan para pakar di negeri ini.
Allah memiliki rencana luar biasa bagi saya dan alhamdulillah Allah mengabulkan doa anak – anak dan istri saya, saya dinyatakan sebagai salah satu penerima beasiswa Fulbright dengan program Pertukaran Guru Internasional, kemudian saya tau bahwa kami bukan hanya bersaingan dengan guru – guru di Indonesia namun kami bersaing dengan lebih dari 500 guru dari 17 negara sasaran, mulai negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, beberapa negara Afrika, namun negara maju seperti Inggris, Singapura, Finlandia, dan New Zealand juga ikut bagian dalam program ini.
Hasil seleksi memilih 48 guru dari ke 17 negara sasaran. Dan Indonesia meloloskan 4 guru. Saya hanya guru di daerah dan bukan guru Bahasa Inggris namun saya mengajar Matematika.
Petualangan saya ke Amerika mulai saya rasakan disaat kami mulai mengisi aplikasi visa secara online, dengan kecepatan dan kestabilan internet yang dimiliki di Pidie saya harus menghabiskan waktu hampir 24 jam untuk mengisi dan alhamdulillah saya bisa menyelesaikannya 10 menit sebelum deadline berakhir,
Ya, inilah kemampuan daerah kita, jika diisi dengan koneksi yang stabil maka aplikasi ini bisa di isi tidak lebih dari 1 jam. Ketakutan saya disaat interview visa juga menghantui saya, nah, semua hanya ketakutan karena kita hanya ditanya satu kata kemudian langsung selesai. Ya semudah itu tidak sesusah yang saya pikirkan.
Tepat tanggal 6 Januari 2020 saya mulai perjalanan saya menuju Jakarta untuk kemudian mengambil pesawat ke Amerika. Dengan perasaan yang sedih karena meninggalkan keluarga, dan ketidak tahuan saya akan dunia Amerika membuat saya makin galau. Sebelum berangkat ke Amerika kami harus ke Kantor Aminef/Fullbrigh Indonesia untuk mengambil paspor dan pengambilan foto.
Untuk menghindari banjir dan jalanan macet maka saya mengambil kereta bandara dan disambung dengan MRT, di mana kondisi saya membawa koper gede dan dua ransel yang membuat semua mata memandang saya. Ya bagi saya ini adalah awal keanehan saya. Tepat pagi jam 6.20 dengan pesawat ANA kami berangkat menuju Jepang sebagai transit pertama.
Perjuangan yang luar biasa kami lakukan di bandara ini untuk mencari ruang shalat harus bertanya dan naik turun beberapa lantai, alhamdulillah kami mendapatkan ruang shalat walau waktu shalat asar hampir habis sehingga kami biasa shalat Magrib dan Isya juga, ruang shalat di bandara ini bersih dan rapi walaupun kecil.
Berikutnya kami melanjutkan petualangan kami dengan pesawat United Airlines dari Jepang menuju Chicago. Ada yang aneh dengan perjalanan ini karena kami berangkat sehabis Magrib dan kami tiba Magrib kembali. Ya, inilah kekuasaan Allah kami melintasi perbedaan waktu dan setiba di Chicago kami kembali ke tanggal 7, artinya kami tidur dan bangun di tanggal yang sama di pagi yang berbeda dan ya, petuangan ini hampir berakhir.
Pengalaman luar biasa yang kami hadapi membuat kami makin takjub dengan kekuasaan Allah. Ketakutan saya berikutnya di Imigrasi dan di Custom pemeriksaan kopor, ya seperti ureng Aceh yang lain, saya bawa asam sunti, keumamah, aweh, camplikleng dan bumbu masak yang lainnya.
Namun lagi – lagi Allah memudahkan semua urusan kami di bandara walaupun dengan kelelahan yang luar biasa namun perasaan saya sangat tenang karena sudah selesai semua ketakutan saya, berikutnya saya hanya berpikir bagaimana nanti suhu yang minus yang akan saya hadapi. Kami berangkat ke Washington tempat di mana kami akan mengikuti orientasi sebelum diberangkatkan ke kampus masing – masing.
Washington pada saat itu bersuhu 20C, ya suhu yang sangat aneh bagi kami dan salju ya, salju terlihat di sepanjang perjalanan kami menuju hotel. Dan Alhadulillah saya di tempatkan di Indiana University of Pennselvania. Daerah yang tidak terlalu jauh dari Washington DC hanya 4 jam perjalanan darat dan letaknya di kota kecil yang indah.
Pengalaman berharga ini ingin saya bagi untuk semua guru seluruh Indonesia dan khususnya Aceh mulai bermimpi untuk sesuatu yang menurut kita tidak mungkin. Saya buktikan kepada kita semua, saya hanya guru Matematika di kabupaten dapat pergi ke Amerika dengan beasiswa. Mari !