YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim : Beberapa Catatan Tentang Islam, Demokrasi & Keadilan

Foto Dok. DR. Basuki Ranto

Oleh: DR. Basuki Ranto

Dosen Pascasarjana Universitas Suropati

Bacaan Lainnya
CT Corp Leadership Forum yang diinisiasi oleh Founder & Chairman CT Corp Leadership Forum, Chairul Tanjung merupakan momentum yang sangat tepat disaat Kunjungan Kenegaraan pertama YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim semenjak dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia.

Acara yang dihadiri oleh tokoh-tokoh politik, agama, pendidikan dan tidak ketinggalan para pengusaha serta semua kalangan masyarakat yang memadati Menara Bank Mega, membuat seolah-olah tempatnya kurang besar karena banyaknya yang hadir.

Dengan beberapa latar belakang pengalaman, kecerdasan dan pasang surutnya kehidupan beliau disertai gaya orasi yang begitu lugas dan detail, paparan YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim sangat menarik untuk didengar audience.

Beberapa catatan yang akan disampaikan pada pidato tersebut dibatasi pada 3 aspek yaitu : Islam, Demokrasi dan Keadilan.

Dalam pandangannya terkait tiga hal tersebut YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim ( YAB DSAI) menyampaikan hal-hal sebagai berikut;

Terkait dengan Isu Islam disampaikan bahwa dalam pembicaraan dengan Presiden Joko Widodo disinggung masalah Islam yang radikalis dan terorisme, bagi saya Islam itu keyakinan yang berdasarkan Alqur’an dan hadist.

Beliau mengutip banyak tokoh dan pemikir Islam, seperti Sayyidina Ali, Ibnu Rusdi, Al Ghazali, dan tokoh lainnya, juga merujuk pada Al-Qur’an Surah As-Shaff, dan hadist tentang kepemimpinan. Dari hal tersebut nampaknya YAB DSAI menghubungkan seluruh pemikirannya pada nilai-nilai Islam. Apalagi ketika menyinggung sikap optimisme yang selalu dia miliki, harus terkait dengan Allah SWT yang mengatur segala sendi kehidupan baik di dunia maupun akhirat.

Dalam kepemimpinan juga ditegaskan harus dipertanggung jawabkan di dunia dan di akhirat. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi, “Kamu itu adalah pemimpin di muka bumi, tapi akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat”. Pemimpin tidak saja harus menjadi teladan, tetapi juga menjadi panutan bagi semua yang dipimpin .

Seharusnya seorang pemimpin tidak boleh menjanjikan sesuatu dan tidak boleh pula tidak melakukannya atau melaksanakan apa yang telah dijanjikan. Dapat diyakini bahwa seluruh masalah suatu bangsa pokok pangkalnya dimulai dari pemimpin, oleh karenanya pemimpin harus mampu merumuskan solusinya yang juga di mulai dari seorang pemimpin. Tentunya tidak mudah untuk memperoleh Pemimpin yang baik dengan aksi nyatanya. Tapi kita harus menemukan sosok pemimpin yang baik itu.

Lebih lanjut YAB DSAI menyampaikan bahwa Islam sebagai sebuah ajaran, perlu mendorong isu “critical thinking”. Umat Islam tidak boleh terjebak dalam alam pikir yang tidak rasional. Akal yang diberikan Tuhan harus digunakan supaya manusia tidak salah menafsirkan ajaran agama. Inilah keluasan pikiran YAB DSAI ketika melihat seputar kontroversi pemikiran Ibnu Rusd versus Al-Gahzali, tentang “Incoherence of Philosophy”.

Selanjutnya masuk pada isu demokrasi. Islam menurut YAB DSAI harus percaya pada demokrasi. Pemimpin misalnya, harus mendengar suara orang-orang disekitarnya. Selain itu juga harus menyerap aspirasi dan keinginan rakyat.

Menjadi pemimpin harus mengikuti proses yang benar. Dia merujuk pemikiran Fukuyama tentang “Democratic Accountability”, yang mengandung maksud bahwa demokrasi itu harus memiliki akuntabilitas yang relevansinya bukan hanya kepada masyarakat tetapi juga kepada Tuhan karena segala sesuatu akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT.

Oleh karenanya perlu mengingatkan jangan melakukan pemilu secara curang. Kalau sudah berkuasa harus “delivery”. Hal ini mengandung maksud, sesuaikan perkataan dengan perbuatan. Semua yang dijanjikan pada saat kampanye harus diwujudkan karena rakyat akan menagih yang dijanjikan sementara dalam agama janji itu adalah bagian dari hutang.

Disisi lain Demokrasi menurut YAB DSAI juga harus mempertimbangkan keadilan hak-hak kaum minoritas. Agama Islam mengajarkan dua hubungan yaitu ukhuwah Islamiyah yaitu terkait kepada akidah dan kedua menurutnya melingkupi ukhuwah insaniyah, atau persaudaraan sesama manusia. Intinya seorang pemimpin itu harus berpikir tentang keadilan untuk semua. Hal ini dirujuk YAB DSAI pada kasus penunjukan Gubernur Mesir di era Khalifah Ali Bin Abi Thalib, di mana Kalifah memerintah Gubernur Mesir berbuat adil tanpa melihat perbedaan agama rakyatnya. Keadilan adalah untuk semua dan tidak boleh pilih kasih.

YAB DSAI begitu kental berbicara masalah demokrasi. Tentu saja hal itu tak lepas dari sejarah penderitaan panjang YAB DSAI, mengalami pasang surut kehidupan dan lebih banyak surutnya kata beliau. Penderitaan hidup dari penjara ke penjara dan tercampakan. Beliau mengungkapkan bahwa 10 tahun dia di penjara telah mengajarkan dia tentang makna kebebasan. “Freedom” sepertinya sudah terpatri dalam kalbunya. Oleh karena itu selama di penjara banyak sekali buku-buku yang dibaca untuk menambah pengetahuan berbagai wawasan kehidupan.

Saat ini kita bisa melihat bagaimana YAB DSAI memandang keadilan. Dalam hidup ini tidak bermakna jika tidak bermanfaat untuk orang-orang miskin. Pemihakan pada orang miskin bersifat universal.

Ketika pertemuan dengan Presiden Joko Widodo dia mengungkapkan pembicaraannya dengan Jokowi, tentang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang masih kurang sejahtera, YAB DSAI berjanji pada Jokowi bahwa kesejahteraan TKI akan berubah lebih baik di era dia, yang belum pernah terjadi di era pemerintahan Malaysia sebelum ini. Janji ini dia sampaikan bukan karena TKI itu orang Indonesia, tapi lebih karena masalah “humanity”. Datuk Anwar sangat memahami dan sensitif pada nasib orang miskin. Bahkan dia mengatakan, penderitaan yang dialaminya di penjara, tidak bermakna jika dibandingkan dengan penderitaan rakyat.

Lebih lanjut YAB DSAI melihat dalam bidang ekonomi bahwa negara harus meletakkan fungsi “kapital” untuk kepentingan sosial. Disebutkan, “kapital” menjadi penting untuk menjalankan roda pembangunan sebuah negara. Namun, menurutnya nasib rakyat jauh lebih penting. Oleh karenanya, pemimpin beserta seluruh “stake holders” bangsa harus bersinergi untuk mensejahterakan rakyat. Akumulasi kapital tidak boleh hanya menguntungkan segelintir orang saja, akan tetapi harus mampu dirasakan oleh rakyat banyak dengan prinsip keadilan.

Terkait dengan masalah kemiskinan, YAB DSAI mengingatkan kita untuk tidak melihatnya dari hanya sisi statistik
saja. Kemiskinan itu seharusnya dimaknai sebagai ancaman kemanusiaan, sekecil apapun keberadaannya.

Masalah kemiskinan harus diberantas dan dimulai dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan yang dimaksud jangan terjebak pada “Barbarian Specialization”, di mana spesialisasi dicapai melalui pengorbanan sisi humanity dan moralitas. Harus ada keseimbangan diantara keduanya.

Pendidikan masih harus menjadi prioritas dalam menyiapkan sumber daya insani yang mampu menggerakkan pembangunan.

Kesimpulan

YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim telah memberi pencerahan luar biasa pada tokoh-tokoh Indonesia yang hadir. Ketika seluruh dunia dihantui oleh kegelisahan dan kegamangan dalam menghadapi ketidakpastian global, YAB DSAI menyebarkan sikap optimisme yang berbasis pada nilai-nilai agama dan tanggung jawab kemanusiaan. Seorang pemimpin harus bekerja untuk memaksimalkan seluruh potensi yang ada untuk kesejahteraan rakyat. Keadilan sosial harus menjadi kata kuncinya.

Menjadi seorang pemimpin harus dicapai melalui cara-cara yang beradab. Setelah menjadi pemimpin harus pula menepati janjinya, merujuk pada “Democratic Accountability” Fukuyama. Semua janji-janji harus direalisasikan dengan benar pada saat sudah menjadi Pemimpin dan bukan sebaliknya janjinya hanya saat mau jadi pemimpin dan saat sudah tercapai banyak yang tidak diwujudkan.

Banyak masalah-masalah yang dihadapi antara kedua Negara diharapkan akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan tentu saja dengan memerankan fungsi Menteri terkait, hal ini diungkapkan sendiri oleh YAB DSAI.

Bagi bangsa Indonesia yang akan memilih pemimpin (presiden dan legislatif) dalam waktu yang tidak lama lagi, sewajarnya dapat menjadikan pikiran-pikiran YAB DSAI ini sebagai bahan pemacu dalam menggerakkan kehidupan berbangsa dan bernegara dan bukan hanya sekedar bahan renungan. (11012023@bas) [jbm]

Pos terkait